Rabu 06 Sep 2023 05:28 WIB

Opini Mahfud Soal KPK Panggil Muhaimin Setelah Dideklarasikan Cawapres

Muhaimin telah meminta penundaan jadwal pemeriksaannya di KPK.

Rep: Flori Sidebang, Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD.
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemanggilan Muhaimin Iskandar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) RI Mahfud MD bukan merupakan politisasi hukum. Dia meyakini pemanggilan itu merupakan prosedur hukum biasa untuk melengkapi informasi atas pengusutan kasus korupsi yang ditangani oleh KPK.

“Menurut saya, itu bukan politisasi hukum. Kita berpendirian bahwa tidak boleh hukum dijadikan alat untuk tekanan politik. Dalam kasus pemanggilan Muhaimin oleh KPK, saya meyakini itu permintaan keterangan biasa atas kasus yang sudah lama berproses. Muhaimin tidak dipanggil sebagai tersangka, tetap (dia) diminta keterangannya untuk melengkapi informasi atas kasus yang sedang berlangsung,” kata Mahfud MD pada sela-sela kegiatannya di Jakarta, Selasa (5/9/2023).

Dalam kesempatan yang sama, dia mencontohkan saat dirinya pernah dipanggil oleh KPK untuk kasus korupsi Akil Mochtar, eks ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Dia mengatakan, pemeriksaan saat itu berlangsung tidak lebih dari 30 menit.

“Pertanyaannya teknis saja, misalnya betulkah Anda pernah jadi pimpinan saudara AM (Akil Mochtar)? Tahun berapa? Bagaimana cara membagi penanganan perkara? Apakah Saudara tahu bahwa Pak AM di-OTT dan sebagainya? Pertanyaannya itu saja,” kata Mahfud.

“Menurut saya dalam kasus ini, Muhaimin hanya diminta keterangan seperti itu, untuk menyambung rangkaian peristiwa agar perkara menjadi terang,” kata Menkopolhukam RI itu menambahkan.

KPK diketahui memanggil Muhaimin Iskandar, menteri tenaga kerja periode 2009–2014, terkait penyidikan dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia di Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) pada 2012. Isu adanya politisasi dari pemanggilan itu, di antaranya karena Muhaimin, Ketua Umum PKB, saat ini merupakan bakal calon wakil presiden pendamping Anies Baswedan yang pada minggu lalu mendeklarasikan diri maju pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, saat ditanya terkait pemanggilan itu, menyampaikan Muhaimin sempat meminta pemeriksaan dijadwalkan pekan ini, Kamis (7/9/2023). Tetapi penyidik kemudian menetapkan pemeriksaan pada pekan depan.

“Tentu, kami akan sampaikan informasi kembali kepada saksi ini untuk hadir di waktu yang ditentukan oleh tim penyidik KPK,” kata Ali Fikri di Jakarta, Selasa.

Ali sebelumnya menegaskan, tidak ada motif politik dalam penyidikan dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi TKI di Kemenaker tahun 2012. Ali juga menegaskan KPK sejatinya adalah lembaga penegak hukum yang independen dan bebas dari segala pengaruh, termasuk politik, dalam menjalankan tugasnya memberantas korupsi.

"KPK Lembaga penegak hukum, dalam bidang penindakan tentu politik bukan wilayah kami. Kami tegak lurus pada proses penegakan hukum tindak pidana korupsi, jadi sama sekali tidak ada kaitannya dengan proses-proses politik yang sedang berlangsung," ujar Ali.

Naiknya status kasus ke tingkat penyidikan diumumkan KPK pada Senin (14/8/2023) sore. KPK hingga saat ini sudah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi TKI di Kemenaker pada 2012.

 

Berdasarkan informasi yang dihimpun, salah satu tersangka itu adalah Sekretaris Badan Perencanaan dan Pengembangan Kemnaker, I Nyoman Darmanta. Kemudian, Reyna Usman yang saat kasus ini terjadi menjabat sebagai Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta pihak swasta bernama Karunia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement