Rabu 06 Sep 2023 20:48 WIB

Peneliti Ipsos Prediksi Peta Koalisi Masih Bisa Bergeser

Dinamika politik saat ini masih dinamis.

Bakal calon Presiden Prabowo Subianto (Kiri), Anies Baswedan (Tengah), Ganjar Pranowo (Kanan).
Foto: Republika/Prayogi; Thody Badai;
Bakal calon Presiden Prabowo Subianto (Kiri), Anies Baswedan (Tengah), Ganjar Pranowo (Kanan).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Lembaga riset internasional Ipsos Public Affairs menggelar survei nasional mengenai dinamika partai politik dan elektabilitas para tokoh potensial yang hendak berlaga dalam Pemilihan Presiden 2024. Survei ini digelar pada 22- 27 Agustus di 24 provinsi, di daerah perkotaan dan perdesaan, menggunakan metode wawancara tatap muka dengan 1.200  responden dengan Margin of Error ±2,83 persen.

“Pilpres makin dekat, sementara persaingan antarkandidat makin ketat. Dalam survei terbaru Ipsos, Ganjar Pranowo menduduki posisi pertama dengan elektabilitas sebesar 40,12 persen, sementara Prabowo Subianto sebanyak 37 persen. Hasil ini menunjukan Ganjar Pranowo mengalamai rebound mengalahkan Prabowo Subianto, mengubah peta hasil telesurvey Ipsos Public Affairs 18 Juli 2023 yang mencatat Prabowo unggul di angka 36,65 persen dibanding Ganjar Pranowo 34,46 persen. Anies Baswedan menduduki peringkat ketiga dengan elektabilitas yang awalnya sebesar 25,60 persen turun menjadi 22,67 persen,” ujar Deputy Director Ipsos Public Affairs Sukma Widyanti dalam paparannya secara daring, Rabu (6/9/2023).

Baca Juga

Meski demikian peta elektabilitas bakal capres masih akan bergerak dinamis, selain karena faktor ketokohan juga faktor lainnya seperti mesin politik, strategi kampanye, logistik dan lainnya.

Poros Baru

Arif Nurul Imam, peneliti senior Ipsos Public Affairs, mengatakan, dinamika politik masih dinamis. Bahkan peta koalisi masih bisa bergeser.

“Wacana dibangunnya koalisi antara PPP dan Partai Demokrat tentu menarik dicermati. Jika mampu menambah dukungan partai lain, misalnya PKB membuat manuver sehingga Anies Baswedan tidak bisa maju,” ujar Arif.

“Karena kita  mengetahui bahwa PKB sejatinya adalah partai pendukung pemerintah yang sebagian besar atau 63 persen pemilihnya justru mendukung Ganjar Pranowo. Merujuk ke data tersebut, Sebagian besar pendukung PKB sepertinya tidak sejalan dengan ide perubahan yang diusung Anies,” tuturnya. Dari data survei terbaru Ipsos, pemilih PKB hanya 6 persen ke Anies Baswedan dan 31 persen ke Prabowo Subianto.

Skenario apabila Anies Baswedan tidak bisa maju sebagai capres masih bisa terjadi mengingat Partai Demokrat yang masih belum menentukan pilihan koalisi pascakeluarnya dari Koalisi Perubahan. Dalam wacana pasca deklarasi Anies-Muhaimin, terdapat suara yang menginginkan pasangan Sandiaga Uno dan Agus Harimurti Yudoyono sebagai poros baru pasangan capres-cawapres. Namun, pasangan ini masih menyisakan tantangan. 

“Sebab potensi suara Sandiaga Uno dan Agus Harimurti masih di angka 9 persen, selisih jauh dibandingkan Ganjar Pranowo – Mahfud MD sebesar 39 persen dan Prabowo Subianto – Erick Thohir 36 persen dan yang tidak menjawab terdapat 16 persen,” kata Arif Nurul Imam. 

Selain itu, untuk mewujudkan skenario Sandiaga Uno-AHY terjadi perlu dukungan partai sebesar 20 persen minimal. Sejauh ini, apabila Partai Demokrat dan PPP Bersatu, jumlah kursi keduanya baru mencapai 73 kursi parlemen. Akankah ada partai yang mau menambahkan kursi tersebut sehingga tercapai threshold untuk mendaftar sebagai pasangan? 

Legislatif

Sementara untuk pileg, Arif mengatakan, 160 hari menjelang pemilihan legislatif 2024, masih 21,33 persen pemilih atau sekitar 50-an juta pemilih yang belum menentukan pilihan partai. Hasil survei menunjukkan bahwa beberapa partai akan mencapai parliamentary threshold yaitu PDI Perjuangan 24,33 persen, diikuti oleh Gerindra 18,42 persen, Partai Golkar 9,50 persen. Sedang Nasdem berada di urutan keempat dengan elektabilitas 7 persen, menyusul PKB sebanyak 4,92  persen, PKS 4,67 persen”ujarnya.

Untuk diketahui, Ipsos merupakan Lembaga riset yang sangat berpengalaman di dunia global. Lembaga yang berkantor pusat di Prancis ini beroperasi di 90 negara. Selain dikenal melakukan riset pasar, mereka juga melakukan riset sosial politik, termasuk di Indonesia. Ipsos Indonesia merupakan anggota Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) dan Association for Global Research Agency Worldwide (ESOMAR World Research). 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement