REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Perpusnas Writers Festival (PWF) digelar di Kota Bandung, Jawa Barat, 6-8 September 2023. Ada bermacam agenda literasi yang diagendakan selama tiga hari.
PWF di Kota Bandung ini digelar Perpustakaan Nasional (Perpusnas) bekerja sama dengan Museum Konferensi Asia Afrika (KAA). Festival tersebut dipusatkan di Gedung De Majestic dan Museum KAA.
Menurut Kepala Perpusnas RI Muhammad Syarif Bando, salah satu harapan dari digelarnya PWF ini adalah menambah bahan bacaan. Pasalnya, kata dia, Indonesia masih kekurangan buku bahan bacaan. “Di Jakarta itu satu buku untuk 90 orang. Sedangkan di luar Jakarta, satu buku ditunggu 15 ribu orang. Padahal standar UNESCO itu satu buku untuk tiga orang,” ujar dia di Gedung De Majestic, Kota Bandung, Rabu (6/9/2023).
Lewat PWF, Syarif mengatakan, diharapkan muncul karya-karya tulis, khususnya dari generasi muda. Termasuk yang mengangkat kearifan lokal. Dengan begitu, kata dia, akan semakin banyak bahan bacaan untuk masyarakat. “Kami ingin menularkan virus membaca kepada masyarakat. Kami melakukan segala upaya untuk meningkatkan tingkat literasi di Indonesia,” kata Syarif.
Kepala Biro Hukum, Organisasi, Kerja Sama, dan Humas Perpusnas RI Sri Marganingsih mengatakan, PWF kali ini merupakan yang pertama digelar di luar Jakarta. “Kota pertama yang kami pilih adalah Kota Bandung, sebagai lokasi bersejarah di dunia,” ujar dia.
PWF di Kota Bandung ini mengangkat tema “Menulis, Mengukir Peradaban”. Menurut Sri, setidaknya ada 19 kegiatan yang diagendakan di PWF. Di antaranya talk show, bedah buku, workshop, kompetisi menulis, movie screening, musikalisasi puisi, pameran buku, pentas seni sastra, dan historical work.
Melalui PWF, Sri mengatakan, diharapkan dapat menguatkan literasi di Indonesia. Untuk itu, kata dia, pada kegiatan ini didorong lahirnya berbagai karya tulis, yang nantinya dapat diterbitkan di Perpusnas Press.
“Karena temanya festival, jadi materi yang dibahas pun sangat beragam dari berbagai kalangan. Mulai dari penulis, seniman, hingga pemangku kebijakan. Target seribu orang peserta hadir selama tiga hari,” katanya.
Edukator Senior dan Kurator Museum KAA, Ginanjar Legiansyah, mendorong penguatan literasi masyarakat di Kota Bandung. Menurut dia, budaya literasi ini harus mulai diasah sejak usia dini. Termasuk literasi soal sejarah. “Dari situ diharapkan bahwa kita ditantang untuk mencintai sejarah, salah satunya Konferensi Asia Afrika, dengan menciptakan tulisan-tulisan atau kegiatan karya literasi lainnya,” kata dia.
Ginanjar mengatakan, upaya membudayakan literasi itu bisa disesuaikan dengan kalangan usianya. Untuk kalangan usia dini, ia mencontohkan, bisa dicoba dengan mewarnai, membuat komik, atau buku cerita mengenai sejarah, dengan pendekatan anak-anak.
“Kalau untuk generasi muda, bisa lebih kreatif lagi literasinya, seperti melalui video blog. Diharapkan tentunya mulai meningkatkan awareness terhadap sejarah, terutama Konferensi Asia Afrika, yang telah berperan untuk memajukan ekonomi dan perdamaian dunia,” kata Ginanjar.