REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deklarasi Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan koalisi Nasdem, PKS dan PKB mengguncang dunia politik Tanah Air. Pengamat politik, Arif Susanto menilai, koalisi tersebut malah menunjukkan kelenturan politik.
"Bagi saya ini mengekspresikan efektifnya kelenturan politik," kata Arif, Kamis (7/9/2023).
Apalagi, dalam sejarah semakin kaku seorang politikus, semakin ideologis satu partai, semakin sulit mereka bisa bekerja sama dengan kekuatan lain politik. Padahal, tidak ada kekuatan politik yang bisa berjalan sendiri.
Analis dari Exposit Strategic itu melihat, ini sekaligus jadi ujian bagi eksperimentasi kekuatan politik muslim. Terutama, antara dua kekuatan terpenting yaitu tradisionalis dan modernis itu tidak pernah mudah.
Eksperimentasi yang agak kompleks, Masyumi, pada akhirnya rontok. PPP, salah satu yang membuatnya tidak pernah besar karena perkubuan tersebut. Salah satu contoh sukses ketika naiknya Gus Dur dengan poros tengah.
Tapi, tidak bertahan lama, salah satu pemicunya perkubuan. Walau PKS dan PKB sama-sama dalam koalisi SBY, PKS belakangan di luar pemerintah dan pertemuan kembali mereka jadi eksperimentasi yang layak untuk diuji.
"Masuknya Cak Imin atau PKB, kombinasi Anies-Muhaimin, kombinasi Nasdem PKB PKS akan menjadi potret lengkap kekuatan politik nasional, sekaligus jadi pertanyaan apakah mereka saling melengkapi atau saling melemahkan," ujar Arif.
Bagi Nasdem dan Surya Paloh, ini jalan ke luar cantik setelah kebuntuan politik sejak Oktober 2022. Sebab, setahun terakhir mereka berjalan di tempat dan buktinya capres sudah ada, tapi cawapres masih belum didapat.
Penyebabnya, mulai dari kesulitan menemukan sosok yang pas sampai ada masalah-masalah terkait posisi Nasdem dalam pemerintahan Jokowi yang belum selesai. Kebuntuan itu setidaknya untuk saat ini sudah terbuka.
Bagi PKB dan Cak Imin, ini merupakan investasi yang cerdas, memastikan mereka telah memiliki investasi penting untuk 2024, Terlepas siapapun memenangkan pemilu, PKB akan mendapat kue karena investasinya jelas.
"Namun, butuh kerja keras untuk mengonversi dukungan bagi PKB menjadi dukungan yang sebangun bagi Anies-Muhaimin," kata Arif.
Apalagi, ada sebagian pendukung Anies yang kecewa atas pemilihan Cak Imin, dan sebagian pendukung Cak Imin kecewa keputusan merapat Anies. Walaupun, dukungan terhadap PKB di Jatim-Jateng tentu tidak diragukan.
"Persoalannya, apakah dukungan kepada PKB bisa dikonversi menjadi dukungan terhadap Anies-Muhaimin," ujar Arif.