REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fitch Ratings memperkirakan defisit transaksi berjalan melebar hingga 2025. Pada tahun ini diperkirakan defisit transaksi berjalan 2023 sebesar 0,3 persen terhadap produk domestik bruto.
Dalam laporan edisi September 2023, lembaga tersebut memperkirakan defisit transaksi berjalan melebar menjadi 0,9 persen terhadap produk domestik bruto pada 2024 dan kembali melebar pada 2025 menjadi kisaran 1,5 persen terhadap produk domestik bruto.
Penyebab pelebaran defisit transaksi berjalan selama tiga tahun ke depan yakni harga komoditas yang menurun, sehingga akan mengurangi kinerja neraca perdagangan barang.
Kendati demikian Fitch Ratings meyakini neraca pembayaran Indonesia akan berpotensi surplus pada 2023 sebesar satu persen terhadap produk domestik bruto. Hal ini seiring dengan potensi masuknya dana asing ke dalam pasar keuangan dalam negeri, setelah pada era pandemi Covid-19 modal asing banyak hengkang dari Indonesia.
Hanya, Fitch Ratings tak terlalu optimistis terhadap kondisi neraca pembayaran Indonesia ke depan. “Surplus akan mengecil pada tahun sebelumnya dan bahkan berpotensi berbalik defisit pada 2025,” tulis Fitch Ratings dalam laporan edisi September 2023, Ahad (10/9/2023).
Sebelumnya Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan keputusan lembaga pemeringkat Fitch untuk mempertahankan rating kredit BBB RI merupakan bukti keyakinan internasional terhadap stabilitas ekonomi Indonesia. Fitch mempertahankan Sovereign Credit Rating RI pada BBB (satu tingkat di atas level terendah investment grade) dengan outlook stabil pada 1 September 2023, setelah terakhir mempertahankannya pada 14 Desember 2022.
“Afirmasi rating Indonesia pada peringkat BBB dengan outlook stabil menunjukkan keyakinan kuat pemangku kepentingan internasional atas stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Indonesia yang tetap terjaga,” kata Perry dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Senin (4/9/2023).
Perry menyebut kepercayaan dunia internasional didukung oleh kredibilitas kebijakan yang tinggi dan sinergi bauran kebijakan yang kuat antara pemerintah dan Bank Indonesia di tengah ketidakpastian ekonomi global yang masih tinggi.