REPUBLIKA.CO.ID, PADANG---Bank Indonesia (BI) Perwakilan Provinsi Sumatera Barat mengingatkan masyarakat di provinsi tersebut untuk mewaspadai peredaran uang "mutilasi" yaitu uang asli yang disobek kemudian ditempelkan dengan uang palsu.
"Sebetulnya standar di bank mau pun BI sudah sangat ketat dalam mengawasi peredaran uang palsu. Sebab, setiap lembar uang selalu diperiksa dengan teliti oleh para teller," kata Kepala BI Perwakilan Sumbar Endang Kurnia Saputra belum lama ini.
Hal itu disampaikan Endang Kurnia Saputra menyusul viralnya sebuah video di media sosial yang menunjukkan uang kertas Rp100 ribu dengan nomor seri yang berbeda di media sosial. "Saya mengajak masyarakat untuk lebih hati-hati untuk mewaspadai uang palsu ini," katanya.
Untuk mewaspadai peredaran uang palsu tersebut, Endang memberikan sejumlah kiat di antaranya bila masyarakat bertransaksi dalam jumlah besar dan bersifat tunai, maka setiap lembaran uang yang diterima harus diteliti dengan cermat.
"Dilihat, diraba dan diterawang dulu uangnya. Uang palsu itu sudah pasti ada cacatnya," ujar mantan Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta tersebut.
Khusus di Sumbar, pihaknya memastikan hingga saat ini belum ditemukan atau ada laporan dari masyarakat mau pun pihak yang berwajib terkait uang mutilasi atau uang palsu. Meski laporan tersebut belum ditemukan, namun pihaknya tetap mengajak masyarakat untuk selalu waspada.
Di satu sisi, pihaknya juga tidak menampik bahwasanya masih ditemukan uang palsu yang beredar di masyarakat, bahkan uang palsu tersebut sempat masuk ke bank.
Pada tahun 2022, BI Sumbar mencatat rasio uang palsu yakni 11 lembar per satu juta lembar. "Sekarang turun menjadi empat lembar per satu juta lembar," ujar dia.
Endang juga memastikan bahwa pengawasan terhadap peredaran uang palsu dilakukan setiap hari oleh instansi tersebut dan mengimbau masyarakat yang menemukan uang palsu itu agar segera melaporkannya ke pihak kepolisian.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono membenarkan adanya uang mutilasi tersebut dengan ciri-ciri uang mempunyai nomor seri yang berbeda.
Uang tersebut tergolong sebagai uang yang separuh asli, separuh palsu dan tidak dapat digunakan sebagai alat transaksi atau alat pembayaran.
Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, yang dimaksud dengan "merusak" adalah mengubah bentuk, atau mengubah ukuran fisik dari aslinya, antara lain membakar, melubangi, menghilangkan sebagian atau merobek.