REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta masyarakat agar tak khawatir dan tak takut terhadap disrupsi teknologi yang saat ini tengah terjadi. Menurut dia, disrupsi teknologi tidak perlu ditakuti, namun justru harus menumbuhkan optimisme untuk mampu menghadapinya.
Hal ini disampaikan Jokowi dalam pidatonya di Dies Natalis ke-60 IPB, Kabupaten Bogor, Jumat (15/9/2023).“Jadi sekali lagi kita tidak perlu khawatir dan kita tidak perlu takut. Kita songsong disrupsi teknologi dengan tadi yang sudah disampaikan oleh Prof Arif tadi secara gamblang dan menumbuhkan optimisme kita bahwa kita mampu, kita bisa,” ujar Jokowi.
Jokowi menyampaikan, banyak masyarakat yang khawatir nantinya sektor tenaga kerja akan diambil alih oleh tenaga mesin cerdas buatan. Namun, menurutnya hal itu tidak akan terjadi.
“Banyak yang menyampaikan ini nanti urusan ketenagakerjaan akan diambil alih oleh mesin-mesin cerdas. Nggak, nggak seperti itu. Jadi tidak perlu takut dan tidak perlu khawatir. Kalau saya lebih senang, lebih suka, ya kita tahu tantangan ke depan, ya kita paham sulitnya apa yang akan kita hadapi ke depan,” kata Jokowi.
Ia sendiri mengaku senang dengan perkembangan teknologi saat ini. Selain itu, ia juga mengaku tak khawatir terhadap berbagai perubahan teknologi yang sangat cepat. Menurut dia, disrupsi teknologi dan tantangan yang ada harus dihadapi sehingga akan muncul berbagai solusi untuk mengatasinya.
“Karena kalau saya khawatir, kita khawatir, disrupsi teknologi juga akan datang, dan sudah datang. Kenapa kita harus takut? Kita juga tidak perlu khawatir karena disrupsi teknologi juga tetap datang dan akan datang, setiap hari perubahannya begitu sangat cepatnya. Jadi apa gunanya kita khawatir? Apa gunanya kita takut?” kata dia.
Selain disrupsi teknologi, juga masih ada berbagai tantangan lainnya yang harus dihadapi. Seperti krisis energi, krisis pangan, dan juga krisis ekonomi.
Jokowi mengatakan, ke depannya ancaman krisis pangan akan terus terjadi mengingat jumlah penduduk dunia juga semakin meningkat. Sehingga kebutuhan pangan pun akan semakin bertambah. Di Indonesia sendiri mengalami kenaikan jumlah penduduk sebesar 1,25 persen per tahunnya.
Apalagi, adanya geopolitik yang semakin memanas serta rivalitas antar negara-negara besar yang tidak kunjung berakhir. Ia mencontohkan perang yang terjadi antara Ukriana dan Rusia. Perang tersebut menyebabkan terhentinya ekspor gandum ke berbagai negara di dunia. Akibatnya harga gandum di banyak negara di dunia pun melonjak tinggi serta semakin memperparah ancaman krisis pangan.
Akibat ancaman krisis pangan, saat ini sudah ada 19 negara yang membatasi ekspor pangannya untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Seperti di India yang telah menghentikan ekspor beras. Sehingga terjadi kenaikan harga beras di semua negara.
“Kita mau memperbesar cadangan strategis beras kita, mau impor juga barangnya sulit didapatkan, seperti yang lalu-lalu nyodorin barangnya pak ini dibeli, pak ini dibeli, sekarang mencarinya sangat sulit karena ingin menyelamatkan rakyatnya sendiri-sendiri, memberi makan rakyatnya sendiri-sendiri,” jelas dia.
Selain itu, masih ada ancaman perubahan iklim seperti yang terjadi saat ini, yakni super El-Nino, kenaikan suhu, dan juga kenaikan air laut. Meskipun tetap khawatir, namun menurut Jokowi, yang terpenting adalah antisipasi dan solusi untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut.
“Ya kalau kita pikirkan secara ini ya khawatir, tapi saya kira tidak perlu khawatir yang paling penting solusinya seperti apa,” ucap Jokowi.
“Ini semua kenyataan yang harus kita hadapi, harus kita sadari, kita terima dan yang paling penting kemudian kita antisipasi. Apa yang harus kita kerjakan,” lanjut dia.