Senin 18 Sep 2023 19:18 WIB

Soal Perunggasan, DPR: Permasalahan Terus Berulang Berarti Pemerintah tak Serius!

Ayam broiler over suplai jadi harganya anjlok.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Lida Puspaningtyas
Peternak memberikan pakan ayam broiler di Dzeta Farm, Desa Margaluyu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Selasa (23/5/2023). Menurut peternak harga ayam di tingkat peternak naik menjadi Rp40 ribu per kilogram dari sebelumnya Rp32 ribu yang disebabkan adanya kenaikan pakan dari Rp9.500 menjadi Rp10.000 per kilogram dan harga bibit ayam broiler dari Rp7.200 menjadi Rp8.000 per ekor.
Foto: Antara/Adeng Bustomi
Peternak memberikan pakan ayam broiler di Dzeta Farm, Desa Margaluyu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Selasa (23/5/2023). Menurut peternak harga ayam di tingkat peternak naik menjadi Rp40 ribu per kilogram dari sebelumnya Rp32 ribu yang disebabkan adanya kenaikan pakan dari Rp9.500 menjadi Rp10.000 per kilogram dan harga bibit ayam broiler dari Rp7.200 menjadi Rp8.000 per ekor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi IV DPR, Sudin menilai Kementerian Pertanian tak serius dalam menangani masalah perunggasan yang kerap berulang. Ia menilai, persoalan di sektor perunggasan bahkan berawal dari kebijakan Kementan yang tidak tepat. 

“Permasalahan terus berulang bisa diartikan pemerintah tidak serius, dalam hal ini Dirjen PKH serta Kementan yang tidak serius dalam upaya penyelesaian permasalah industri perunggasan,” kata Sudin dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi IV bersama asosiasi perunggasan, Senin (18/9/2023). 

Seperti diketahui, dalam lima tahun terakhir, para peternak ayam broiler dihadapkan pada masalah over suplai yang berakibat jatuhnya harga jual. Belakangan, peternak ayam petelur juga mengalami hal sama.

Sudin mengatakan, berbagai solusi yang dibuat Kementan tidak matang dari hulu ke hilir. Alhasil, berakibat kembali pada masalah kelebihan pasokan maupun penurunan pasokan. 

Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) yang hadir dalam RDPU meminta DPR RI untuk membentuk Panita Kerja atau Panja dalam menangani masalah perunggasan Tanah Air yang tak kunjung usai. 

Sekretaris Jenderal Pinsar, Mukhlis, mengatakan, masalah yang dihadapi peternak unggas mandiri baik broiler maupun layer kerap berulang tanpa ada solusi konkret dari pemerintah. Pihaknya pun meminta bantuan DPR agar turun tangan. 

“Karena problematika di perunggasan tidak selesai, mohon kiranya dibentuk Panja untuk bahas implementasi dari pertemuan-pertemuan itu bisa kami rasakan,” kata Mukhlis dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi IV DPR, Senin (18/9/2023). 

Pasalah perunggasan yang dihadapi para peternak broiler tak pernah jauh dari persoalan over suplai dan menyebabkan anjloknya harga. Harga ayam potong yang diterima peternak kerap kali di bawah dari biaya produksi bahkan jauh dari acuan harga yang ditetapkan pemerintah. 

Di saat bersamaan, peternak broiler juga dihadapkan pada fluktuasi harga pakan hingga bibit ayam atau day old chick (DOC) yang digunakan untuk budidaya. 

“Yang jelas, peternak mandiri yang ada saat ini tergencet karena integrator yang ngawur. Kementan sendiri mereka tidak punya data. Datanya ngawur, ini berkali kali kita sampaikan, demo juga berkali-kali,” kata Ketua Pinsar Jawa Tengah, Pardjuni. 

Ia mengatakan, sejak 2019 masalah anjloknya harga tak pernah tuntas. Pardjuni menyebut ini disebabkan karena integrator atau perusahaan unggas terintegrasi yang mulai menguasai pasar dan menekan usaha peternak kecil. 

“Ayam broiler itu umurnya hanya 35 hari, tapi tidak terselesaikan sampai lima tahun lebih,” katanya. 

Menurutnya, alasan masalah tak usai karena intervensi pemerintah yang hanya di hilir seperti dengan pemusnahan bibit ayam yang merupakan Final Stock (FS) tanpa adanya pengendalian bibit ayam galur murni atau Grand Parent Stock yang diimpor. 

Sebagai catatan, awal produksi ayam berasal itu dari GPS yang menelurkan keluar Parent Stock (PS) lalu dihasilkan FS yang dibesarkan menjadi ayam potong. 

“Artinya masalah ini di GPS, kalau yang diurus hanya FS ya percuma,” ujarnya. 

Sementara masalah yang dihadapi peternak layer tak jauh berbeda. Belakangan harga jagung pakan yang menyumbang besar biaya produksi telur melambung tinggi dan menekan para peternak layer. 

Ketua Koperasi Peternak Unggas Sejahtera Lokal Kendal, Suwardi menuturkan, harga jagung pakan dari para petani lokal kian mahal bahkan telah menyentuh Rp 7.500 per kg jauh lebih tinggi dari acuan Rp 5.000 per kg. 

“Mulai Mei 2023, sudah Rp 6.000 per kg dan sampai hari ini sudah Rp 6.500 per kg yang diterima peternak. Itu bagi peternak yang bisa beli. Di Poultry, harga jagung giling sudah Rp 7.000 per kg,” kata Suwardi di hadapan para anggota Komisi IV. 

Adapun sesuai acuan pemerintah dalam Perbadan 5 Tahun 2022, batas bawah harga telur di tingkat konsumen Rp 22 ribu per kg dan batas atas Rp 24 ribu per kg. 

Sementara harga yang diterima saat ini hanya Rp 20.500 terutama di Blitar. yang jadi sentra nasional. “Jadi peternak sudah tanggung rugi. Hari ini harusnya, harga pokok produksi Rp 24.700 per kg, itu baru peternak bisa hidup dengan kondisi harga jagung saat ini,” ujar Suwardi. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement