REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga baterai mobil listrik yang masih tinggi dinilai bisa jadi batu sandungan bagi pertumbuhan kendaraan ramah lingkungan di Indonesia. Anggota Komisi VII DPR RI, Kaisar Abu Hanifah, meminta pemerintah turun tangan untuk menekan harga agar konsumen tidak semakin terbebani.
Menurutnya, jika mengacu pada produsen resmi atau original equipment manufacturer (OEM), harga baterai saat ini masih terlalu tinggi. Kondisi itu membuat masyarakat ragu beralih ke kendaraan listrik.
"Jika tidak ada intervensi, konsumen akan terbebani, dan pertumbuhan mobil listrik bisa tersendat,” kata Kaisar di Jakarta, Rabu (1/10/2025).
Ia mengingatkan, Indonesia jangan hanya puas jadi pasar kendaraan listrik dan onderdilnya. Negeri ini, lanjutnya, punya modal besar karena menyimpan cadangan nikel dan bahan baku utama baterai dalam jumlah melimpah.
"Pemerintah bersama industri harus mengembangkan ekosistem produksi, termasuk manufaktur baterai pengganti. Dengan begitu, kita bisa mandiri dan bahkan mengekspor,” ujar legislator yang membidangi urusan perindustrian, pariwisata, hingga ekonomi kreatif itu.
Seiring bertambahnya usia kendaraan listrik yang mulai banyak meluncur di jalan raya, kebutuhan pergantian baterai diprediksi meningkat signifikan. Kaisar melihat ini bukan sekadar masalah, tapi sekaligus peluang untuk menumbuhkan industri turunan kendaraan listrik di tanah air.
Ia menekankan, momentum tersebut harus ditangkap agar bisa memberi nilai tambah ekonomi, membuka lapangan kerja baru, dan memperkuat daya saing nasional.
“Mobil listrik keluaran awal kini rata-rata sudah berusia lima tahun lebih. Itu artinya, kebutuhan pergantian baterai akan menjadi hal yang tidak bisa dihindari. Pemerintah perlu melihat ini sebagai peluang sekaligus tantangan,” kata Kaisar.