REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon wakil presiden (Cawapres) diharapkan tak sekadar figur pendongkrak elektabilitas calon presiden (capres) pendampingnya. Cawapres dinilai harus dipilih sesuai kemampuannya dalam membantu tugas bernegara ketika resmi terpilih.
Hal itu dikatakan pakar hukum tata negara dan konstitusi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Fahri Bachmid terkait belum adanya cawapres dari Capres Prabowo Subianto. Prabowo tak kunjung mengumumkan cawapresnya jelang pendaftaran pasangan capres dan cawapres ke KPU.
"Konsep yang ideal adalah capres berani mengembalikan serta mendudukkan pranata wakil presiden sesuai derajat konstitusionalnya sesuai UUD 1945, bukan semata-mata ban serep," kata Fahri dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (21/9).
Fahri mengamati, tugas konstitusional negara bakal semakin rumit di masa depan. Sehingga, menurutnya, prinsip meritokrasi adalah keniscayaan dalam memilih cawapres bersosok teknokratis, intelektual, cendekiawan yang menguasai aspek ketatanegaraan serta kepemerintahan.