Senin 25 Sep 2023 14:54 WIB

Benarkah Elon Musk Menyesal Membeli Twitter? Buku Ini Mengungkap Faktanya

Buku biografi teranyar Elon Musk yang digarap oleh penulis Walter Isaacson.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Natalia Endah Hapsari
Buku biografi teranyar Elon Musk yang digarap oleh penulis Walter Isaacson mengungkap banyak hal mengejutkan tentang sosok pengusaha itu.
Foto: EPA-EFE/MICHAEL REYNOLDS
Buku biografi teranyar Elon Musk yang digarap oleh penulis Walter Isaacson mengungkap banyak hal mengejutkan tentang sosok pengusaha itu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Buku biografi teranyar Elon Musk yang digarap oleh penulis Walter Isaacson mengungkap banyak hal mengejutkan tentang sosok pengusaha itu. Salah satunya, isi buku itu menjabarkan soal pengambilalihan Twitter yang penuh gejolak.

Dikutip dari laman Engadget, Senin (25/9/2023), buku menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mengkhawatirkan tentang keterlibatan Musk dalam perang Ukraina. Ada pula rincian tentang kehidupan pribadinya yang rumit serta masa kecilnya di Afrika Selatan.

Baca Juga

Urusan bisnis tentu jadi sorotan, mulai dari rintisan pertama yang dirintis Musk, hingga Tesla, SpaceX, dan Neuralink. Bahkan, lebih dari seperempat isi buku dikhususkan untuk Twitter. Buku berjudul Elon Musk itu diterbitkan pada 12 September 2023 oleh penerbit Simon & Schuster.

Penulis Walter Isaacson menghabiskan dua tahun bersama Musk untuk merampungkan buku tersebut. Sebagian besar drama yang terjadi di Twitter (yang sekarang disebut X) selama satu setengah tahun terakhir telah terdokumentasi dengan baik.

Isaacson menggambarkan upaya awal Musk untuk membeli Twitter sebagai tindakan yang impulsif, akibat dari dorongan suasana hatinya. Dia pun menulis bahwa Musk sempat menyesali rencana tersebut segera setelah kesepakatan itu dilaksanakan.

Alasan pertama, karena Musk berpikir dia membayar lebih banyak dari yang seharusnya, juga karena dia tidak terlalu terkesan dengan kepemimpinan Twitter sebelumnya. Musk kemudian mengakui, lebih dari sekali, bahwa dia membeli perusahaan tersebut karena dia tidak punya pilihan.

"Saya tidak tahu mengapa saya melakukannya. Hakim pada dasarnya mengatakan bahwa saya harus membeli Twitter atau yang lain, dan sekarang saya berpikir, oke, yang benar saja," kata Musk sekitar dua pekan setelah kesepakatan akhirnya tercapai. 

Kini, pengguna Twitter sudah tahu bahwa Musk ingin menghadirkan fitur perbankan dan pembayaran ke X. Buku tersebut memperjelas bahwa ambisi itu sangat terkait dengan dorongan Musk untuk menghadirkan program berlangganan Twitter Blue (sekarang disebut X Premium). 

Seperti dituliskan Isaacson, Musk sangat fokus pada Twitter Blue karena dia melihatnya sebagai cara untuk memasukkan informasi kartu kredit pengguna ke dalam sistem. Dengan begitu, akan memungkinkan Twitter suatu hari nanti menjadi platform layanan keuangan dan pembayaran yang lebih luas.

Namun, rencana tersebut agak digagalkan oleh Apple, karena sebagian besar pelanggan Twitter mendaftar melalui aplikasi iPhone-nya. Sementara, Apple tidak membagikan data pengguna, seperti kartu kredit dan rincian keuangan lainnya, kepada pembuat aplikasi. 

Setelah mengetahui hal itu  Musk menginstruksikan kepada Yoel Roth, mantan kepala kepercayaan dan keamanan Twitter, untuk menelepon Apple dan meminta mereka memberikan data yang dibutuhkan. Namun, Roth, menolak permintaan mustahil itu.

Selama ini Musk sering kali menggambarkan dirinya sebagai pembela kebebasan berpendapat. Namun, bahkan seorang penulis biografi yang simpatik pun menunjukkan cara Musk mendahulukan kepentingannya di atas kebebasan berpendapat setelah mengakuisisi Twitter.

Meskipun pernah berseloroh bahwa dia membeli Twitter untuk membantu Donald Trump terpilih kembali, menurut Isaacson, Musk sebenarnya bukanlah penggemar Trump. "Saya ingin menghindari perselisihan omong kosong tentang Trump," tutur Musk.

Detail unik lain soal Musk dalam buku adalah obsesi sang pesohor yang sudah berlangsung lama terhadap game strategi seluler bernama The Battle of Polytopia. Agar bisa terus bermain, Musk pernah melewatkan sebuah sesi pertemuan dengan manajer Tesla.

Menurut banyak orang kepercayaannya, kesukaan Musk pada game itu adalah kunci untuk memahami jalan pikir Musk. Pria itu sangat terobsesi sehingga dia melibatkan sebagian besar orang terdekatnya untuk ikut bermain. 

Pada akhirnya, orang-orang yang diajak Musk main The Battle of Polytopia akhirnya menghapus permainan itu dari ponsel mereka. Diceritakan pula bahwa Musk pernah menghapus aplikasi tersebut dari ponselnya tetapi memilih untuk terus memainkannya beberapa bulan kemudian.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement