REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Warga Palestina di Gaza mengatakan pengeboman Israel sangat besar hingga rasanya seperti "Nakba" yang artinya dalam bahasa Arab adalah bencana. Kata itu biasanya merujuk pembentukan negara Israel yang mengusir ratusan ribu warga Palestina dari tanah airnya sendiri.
Pada Selasa (10/10/2023) kemarin Israel menghujani Jalur Gaza dengan serangan udara terbesar selama 75 tahun konflik dengan Palestina. Serangan itu memaksa warga Palestina seperti Plestia Alaqad yang berusia 22 tahun melarikan diri untuk menyelamatkan nyawa.
"Situasinya gila, benar-benar tidak ada tempat aman, sejak kemarin saya pribadi melakukan evakuasi tiga kali," kata Alaqad, Rabu (11/10/2023).
Ia merekam kehidupannya selama pengeboman tersebut dan mengunggahnya di media sosial Instagram. Saat blok apartemennya terkena tembakan, ia mengungsi ke rumah teman tapi kemudian ia mendapat kabar apartemen temannya juga akan menjadi target.
Alaqad sempat berlindung sebentar di rumah sakit di mana ia mengisi baterai ponselnya. Ia kemudian berlindung ke rumah lain bersama para wartawan.
"Baru kemarin saya mengerti apa yang kakek saya--semoga dia beristirahat dengan tenang--ceritakan kepada saya tentang tahun 1948 dan Nakba. Ketika saya dulu mendengar cerita-cerita tentang hal itu, saya tidak mengerti," katanya.
Hal ini ia sampaikan dalam sebuah sambungan video dari sebuah rumah di Gaza. Tempat ia dan yang lainnya berlindung dari pengeboman setelah serangan Hamas yang mengejutkan terhadap Israel.
"Saya berusia 22 tahun dan kemarin saya baru memahami peristiwa Nakba sepenuhnya," ujarnya.
Lebih dari tujuh dekade setelah peristiwa Nakbah, warga Palestina masih meratapi bencana yang mengakibatkan pengungsian dan menghalangi impian mereka memiliki negara. Israel berdiri dengan mengorbankan lebih dari 700 ribu warga Palestina, setengah dari populasi daerah yang dijajah Inggris itu.
Mereka diusir dari rumah mereka dan dilarang kembali. Banyak yang berakhir di Yordania, Lebanon dan Suriah serta Gaza, Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Israel sudah memperketat blokade di Gaza sejak Juli lalu. Melarang pengiriman makanan dan bahan bakar serta memotong pasokan listrik. Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant memperingatkan Gaza akan membayar harga mahal "yang akan mengubah realitas selama bergenerasi-generasi."
Instruktur tinju dan ayah dari tiga orang putra, Radwan Abu al-Kass mengatakan gedung lima lantainya di distrik al-Rimal hancur dalam pengeboman Senin (9/10/2023) malam. "Saya tidak pernah membayangkan rumah kami menjadi gunung puing-puing. Saat ini hanya itu yang tersisa," katanya lewat telepon.
Al-Kass dan anak-anaknya kini mengungsi di rumah teman yang terletak beberapa kilometer jauhnya. Tapi ia khawatir pengeboman yang lebih besar akan datang.
"Ini 1948 kami, ini hal yang sama, Nakba yang lain," ujarnya.