REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat polisi dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, mengkritisi kinerja Bareskrim Polri dalam penanganan kasus temuan senjata api (senpi) diduga milik eks menteri pertanian Syahrul Yasin Limpo (mentan SYL).
Senpi itu ditemukan dalam penggeledahan rumah dinas menteri Widya Chandra petinggi partai Nasdem itu oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bambang menyayangkan kasus itu belum ada perkembangan berarti.
"Belum adanya progres yang signifikan menunjukkan belum profesionalnya aparat penegak hukum kita. Bahwa penegakan hukum masih banyak terpengaruh kepentingan-kepentingan di luar hukum itu sendiri," kata Bambang saat dikonfirmasi Republika.co.id di Jakarta pada Jumat (13/10/2023).
Bambang menyebut, jika sudah ada alat bukti yang cukup maka mestinya kasus temuan senpi tersebut naik ke tingkat penyidikan. "Demikian juga dengan kasus kepemilikan senjata api. Bila ada bukti yang cukup harusnya juga diproses hukum. Bukan menghentikannya," ujar Bambang.
Menurut Bambang, kasus itu tetap perlu diteruskan walau SYL telah melaporkan kasus lainnya di Polda Metro Jaya. Menurut dia, bila tidak diproses secara bersama justru akan kontraproduktif dengan upaya membangun citra Polri yang profesional.
"Bahkan memunculkan asumsi bahwa Polri sedang ikut melakukan politik penegakan hukum," ujar Bambang.
Oleh karena itu, Bambang mendesak Bareskrim Polri mendalami temuan senpi di rumah dinas SYL saat menjadi mentan. "Bila tak diproses dan lebih mempercepat kasus pemerasan oknum KPK akan mengonfirmasi bahwa polisi bekerja tidak profesional," ucap Bambang.
Sebelumnya, KPK mendapati sejumlah uang ketika penggeledahan di rumah dinas eks Mentan SYL pada Kamis 28 September 2023. Selain uang, tim penyidik KPK menemukan 12 pucuk senpi.