Senin 16 Oct 2023 12:02 WIB

Said Abdullah: Tak Ada Jalan Instan Bagi Kader PDI Perjuangan

Kaderisasi dalam partai dilakukan untuk menguatkan rekrutmen jabatan-jabatan politik.

Ketua DPP PDIP Said Abdullah menegaskan, bahwa PDI Perjuangan tidak mengenal penugasan instan dan kilat, karena keselamatan rakyat yang dipertaruhkan.
Foto: Republika/ Nawir Arsyad Akbar
Ketua DPP PDIP Said Abdullah menegaskan, bahwa PDI Perjuangan tidak mengenal penugasan instan dan kilat, karena keselamatan rakyat yang dipertaruhkan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP PDI Perjuangan Said Abdullah menegaskan, tidak ada jalan instan bagi setiap kader partainya terkait penugasan jabatan politik. Semua harus dijalani dari bawah.

"Jalan berliku itu juga yang ditempuh oleh Ibu Mega (Megawati Soekarnoputri), Mbak Puan Maharani, Mas Ganjar Pranowo, termasuk Presiden Joko Widodo saat ini," kata Said dalam keterangannya di Jakarta, Senin (16/10/2023).

Oleh karena itu, dia mengatakan, kaderisasi dalam partai berlambang banteng moncong putih itu dilakukan untuk menguatkan rekrutmen jabatan-jabatan politik.

"Berproses dari bawah adalah jalan untuk menggembleng setiap kader mendapati pengalaman politik yang panjang. Pengalaman panjang itulah yang menjadi ilmu kehidupan untuk mematangkan setiap kader untuk bisa selesai atas dirinya sendiri," katanya menjelaskan.

Dia menegaskan, bahwa PDI Perjuangan tidak mengenal penugasan instan dan kilat, karena keselamatan rakyat yang dipertaruhkan. "Jika tetap memaksakan jalur kilat, PDI Perjuangan tidak menyediakan 'perangkonya'," ujar Said.

Dia mengatakan, PDI Perjuangan merasa terhormat karena banyak kader yang berproses dan tumbuh besar di partai tersebut, bahkan menjadi perhatian banyak pihak.

Dia menyebut, makna kebesaran bagi PDI Perjuangan adalah tumbuh bersama, menjalankan jiwa gotong royong, serta bahu-membahu membesarkan partai dan bukan membesarkan diri sendiri.

Ketua Badan Anggaran DPR RI itu menilai, watak individualis berlawanan dengan ideologi dan ajaran partai. Namun, bila dalam perjalanan politik tersebut ada satu atau dua kader yang memilih jalan sendiri karena tergiur kedudukan atau hal lainnya, PDI Perjuangan menghormati jalan politik tersebut.

"PDI Perjuangan tidak akan menghitung jasa karena setiap kader sesungguhnya sudah diasah jiwa pengorbanan sejak ia menjalani kaderisasi pratama, madya, hingga utama," katanya.

Selain itu, makna kekuasaan bagi PDI Perjuangan harus diperjuangkan bersama dengan rakyat. Oleh karena itu, seluruh kader partai wajib bergotong royong saat mendapatkan penugasan merebut kekuasaan melalui jalan elektoral.

Para kader pun diimbau memenangi pemilihan, di mana kerja politik terus digelorakan partai secara disiplin. "Semua kader bantingan, iuran, berbagi waktu, tenaga, dan pikiran; bahkan di antara mereka ada yang sakit dan meninggal karena kelelahan. Pejuang-pejuang partai inilah yang menggerakkan rakyat dalam pemenangan Ganjar Pranowo di Jawa Tengah, Joko Widodo di DKI Jakarta dan pilpres, Basuki Tjahaja Purnama di DKI Jakarta, dan masih banyak tempat lainnya," ujarnya.

Said menambahkan, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri telah mengajarkan para kader tentang arti loyalitas bagi partai, bangsa, dan negara. Bahkan, pada masa Orde Baru, kesetiaan dan militansi kader terhadap partai teruji dalam menghadapi ancaman dan teror aparatur Orde Baru.

Masa Reformasi, kesetiaan kader teruji saat yang bersangkutan memegang kekuasaan. Apakah kekuasaan digunakannya untuk membesarkan partai, menjalankan cita-cita, ideologi, dan garis perjuangan partai? Melayani rakyat? Ataukah digunakan untuk kepentingan pribadi dan keluarganya? Dan kekuasaan sering kali membuat beberapa kader lupa diri. 

"Kami mengajak setiap kader untuk selalu mawas diri, jangan mabuk kekuasaan," ujarnya.

Said mengatakan, hal itu sebagai respons terhadap dinamika politik menjelang pendaftaran Pilpres 2024. Dia menegaskan, PDI Perjuangan teguh berpendirian menjaga norma konstitusi.

Menurutnya, partai politik punya tanggung jawab politik-konstitusional untuk mengajukan capres dan cawapres sebagaimana yang diatur oleh konstitusi. Namun, fokusnya bukan sekadar pada aturan, apalagi utak-atik aturan.

Pasalnya, diperlukan kematangan dalam kepemimpinan karena ada tanggung jawab sekaligus risiko besar pada pundak pemimpin nasional.

"Memaknai peran ini, kami mengajukan Ganjar Pranowo karena beliau mengawali dengan merit politik yang benar, kiprahnya teruji dalam kepemimpinannya dua periode di Jawa Tengah, suatu jabatan politik satu tingkat di bawah Presiden. Rute itu telah kami buktikan melalui jalan politik dari Presiden Joko Widodo saat ini," ujar Said.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement