Senin 16 Oct 2023 15:29 WIB

Kasus Pencabulan Anak Gemparkan Kota Bogor, DPRD Kritisi Kinerja DP3A 

Perlu ada sistem pendidikan dan pengawasan guna menekan kasus kekerasan seksual. 

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Agus Yulianto
Kekerasan seksual terhadap anak-anak. (Ilustrasi)
Kekerasan seksual terhadap anak-anak. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Belum lama ini, Polresta Bogor Kota menangkap tiga pelaku pencabulan dari dua kasus yang menyebabkan 13 anak di bawah umur menjadi korban. DPRD Kota Bogor pun mengkritisi kinerja Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bogor, yang terlihat masih fokus pada penanganan kasus kekerasan seksual.

Ketua Komisi IV DPRD Kota Bogor Akhmad Saeful Bakhri menilai, kekerasan seksual kepada anak merupakan kejahatan yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Sebab, anak merupakan generasi bangsa yang harus mendapat perlindungan sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik tanpa rasa takut.

“Kasus kejahatan seksual terhadap anak seperti ini, di tengah predikat Kota Bogor sebagai Kota Layak Anak menjadi perlu mendapat perhatian khusus, walaupun bukan berarti dalam Kota Layak Anak ada jaminan zero (nol) kasus kekerasan,” kata Saeful, Senin (16/10/2023).

Saeful mengatakan, perlu ada sistem pendidikan dan pengawasan yang baik untuk menekan kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kota Bogor. Terlebih, salah satu kasus terjadi di sebuah Pondok Pesantren di wilayah Kelurahan Kayumanis, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor.

“Pekerjaan rumah (PR)-nya saya rasa sangat banyak, karena Kota Layak Anak sendiri merupakan pembangunan sebuah sistem,” ujar dia.

Politikus PPP ini pun menilai, fokus perhatian Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor melalui DP3A terlihat lebih berfokus kepada penanganan. Sedangkan, terkait bagaimana membangun budaya perlindungan anak dengan pendekatan kewilayahan, berbasis sekolah, maupun berbasis keluarga, belum tampak jelas polanya.

Menurut Saeful, pemerintah penting untuk membangun kesadaran dan kewaspadaan orangtua, guru, aparat, masyarakat dan seluruh pihak. Karena kejahatan terhadap anak merupakan bahaya laten yang cenderung banyak dilakukan orang-orang terdekat.

“Jangan sampai predikat Kota Layak Anak hanya sebagai gengsi. Pertanyaannya sejauh mana aktivasi PATBM Kota Bogor, lingkungan RT/ RW ramah anak, kelurahan/kecamatan ramah anak, sejauh mana sekolah ramah anak dan sebagainya. Apalagi dengan visi Kota Bogor sebagai Kota Ramah Keluarga, yang seharusnya ini harus mendapatkan perhatian khusus,” katanya.

Diketahui, pekan lalu Polresta Bogor Kota menangkap seorang pria paruh baya berinisial MS (58 tahun) seusai dilaporkan mencabuli 10 anak perempuan di wilayah Kelurahan Loji, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Dari hasil pemeriksaan polisi, terungkap bahwa marbot masjid ini telah melakukan aksi bejatnya sejak setahun lalu.

Tak hanya itu, polisi juga menangkap AM dan MM yang merupakan pimpinan dan pengurus salah satu pondok pesantren di Kelurahan Kayumanis, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, atas kasus serupa. Kedua pengasuh pondok pesantren itu tega melakukan pelecehan seksual kepada ketiga santriwatinya sendiri, dengan modus membujuk dan merayu para santriwatinya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement