REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, mengingatkan militer di negaranya agar bersiap dengan potensi pertempuran di front utara melawan kelompok Hizbullah Lebanon. Menurut dia, Hizbullah 10 kali lebih kuat dibanding Hamas.
“Hizbullah sepuluh kali lebih kuat dari Hamas,” ujar Gallant dalam pertemuan tertutup dengan pejabat senior pemerintah Israel, dilaporkan lembaga penyiaran publik Israel, KAN, Kamis (19/10/2023).
Gallant meminta pemerintah merampungkan pemindahan peralatan militer ke front utara, wilayah perbatasan dengan Lebanon. “Sebagai bagian dari persiapan perluasan pertempuran di sektor utara, IDF (Pasukan Pertahanan Israel) telah bekerja dalam beberapa hari terakhir untuk mendirikan rumah sakit lapangan di wilayah Galilea yang dapat menerima korban jika terjadi eskalasi,” ungkap KAN dalam laporannya.
Ketika Hamas melancarkan serangan ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu, kelompok Hizbullah Lebanon turut mengambil tindakan serupa. Menurut Israel, Hizbullah telah menembakkan puluhan rudal anti-tank, roket, dan mortir ke posisi militer mereka dan kota-kota Israel sejak serangan Hamas dimulai. Tel Aviv juga menyebut Hizbullah mengerahkan orang-orang bersenjata untuk menyusup ke Israel.
Awal pekan ini, IDF memperingatkan Hizbullah agar berhenti melancarkan serangan terhadapnya. IDF menyatakan siap memberikan respons mematikan jika Hizbullah terus melakukan hal tersebut.
“Hizbullah melakukan sejumlah serangan kemarin untuk mencoba mengalihkan upaya operasional kami (menjauh dari Jalur Gaza), di bawah arahan dan dukungan Iran, sekaligus membahayakan negara Lebanon dan warganya,” kata Juru Bicara IDF Daniel Hagari, dikutip Times of Israel, Senin (16/10/2023).
Dia mengungkapkan, IDF telah menambah jumlah personelnya di perbatasan utara dengan Lebanon dan merespons beberapa serangan yang dilancarkan dari negara tersebut. “Jika Hizbullah berani menguji kami, reaksinya akan mematikan. AS memberi kami dukungan penuh,” ujar Hagari.
Pada Ahad (15/10/2023) lalu, IDF mengatakan pihaknya telah mengisolasi wilayah hingga empat kilometer dari perbatasan dengan Lebanon. Warga sipil dilarang memasuki wilayah yang diisolasi tersebut. Langkah itu diambil di tengah baku tembak antara pasukan Israel dan Hizbullah.
Wakil Ketua Hizbullah Naim Qassem sempat menyampaikan bahwa seruan internasional dan regional agar kelompoknya tidak terlibat dalam konflik Hamas-Israel tidak akan diindahkan. “Seruan di balik layar yang dilakukan oleh negara-negara besar, negara-negara Arab, utusan PBB, yang secara langsung dan tidak langsung meminta kami untuk tidak ikut campur tidak akan berpengaruh,” kata Qassem seperti dikutip oleh Hizbullah TV Al Manar.
Dia menegaskan, Hizbullah mengetahui tugasnya dengan sangat baik. Kami siap dan siaga, sepenuhnya siap,” ujar Qassem.
Israel dan Lebanon terakhir kali terlibat dalam konflik terbuka pada 2006. Kedua negara secara resmi tetap berperang, dengan penjaga perdamaian PBB berpatroli di perbatasan darat.
Pada Mei 2000, tentara Israel mengumumkan penarikannya dari sebagian besar wilayah Lebanon selatan setelah dua dekade pendudukan. Namun, Israel masih mempertahankan pendudukannya di wilayah kecil yang diklaim oleh Lebanon. Wilayah tersebut dikenal sebagai Perkebunan Shebaa.