REPUBLIKA.CO.ID,KAIRO -- Saksi mata mengatakan terdengar suara ledakan dan ambulans di dekat Rafah perbatasan Mesir dan Jalur Gaza. Pada Ahad (22/10/2023) suara itu terdengar tidak lama setelah konvoi bantuan kedua ke Gaza masuk dari sisi Mesir.
Penyebab dan lokasi pasti asal ledakan belum diketahui. Sejak konflik Israel-Hamas pada 7 Oktober lalu terdengar suara bom dari sisi Gaza. Ledakan menghancurkan jalanan dan gedung-gedung yang perlu diperbaiki setelah konvoi bantuan pertama masuk melalui Rafah.
Sementara itu warga Palestina mengatakan militer Israel memperingatkan penduduk Gaza mereka berisiko diidentifikasi sebagai kaki tangan "organisasi teroris" jika mereka tidak pindah ke selatan. Peringatan ini disampaikan saat krisis kemanusiaan dikhawatirkan semakin memburuk karena hanya sedikit bantuan yang diizinkan masuk.
Lebih dari satu juta orang tinggal di bagian utara Jalur Gaza, dan ratusan ribu orang telah pergi ke selatan untuk berdesakan di tempat-tempat perlindungan sementara serangan udara dan artileri tak henti-hentinya menghantam wilayah selatan tempat mereka mengungsi.
Pasokan bantuan pertama yang terbatas tiba pada Sabtu (21/10/2023) setelah dua minggu pengepungan total Israel. Namun lembaga-lembaga bantuan masih memperingatkan akan terjadinya bencana kemanusiaan, sebab rumah sakit-rumah sakit hampir kehabisan bahan bakar untuk menyalakan inkubator dan peralatan penting lainnya.
Pasukan Israel yang sedang mempersiapkan serangan darat telah menggempur jalur sepanjang 45 km sejak militan Hamas merangsek masuk ke kota-kota Israel pada 7 Oktober lalu. Israel mengklaim lebih dari 1.400 orang tewas dalam serangan itu dan 200 orang lainnya disandera.
Menurut otoritas kesehatan Hamas di Gaza sekitar 4.650 warga Palestina tewas dalam pengeboman Israel. Serangan Israel tampaknya semakin intensif, dengan 266 orang tewas dalam waktu 24 jam, termasuk 117 anak-anak.
Bantuan yang tiba pada hari Sabtu dalam konvoi pertama 20 truk bantuan mulai didistribusikan pada hari Ahad ini. Namun konvoi kedua, yang sedikit lebih kecil, tidak segera mencapai Gaza setelah memasuki penyeberangan perbatasan Rafah.
Kepala logistik Bulan Sabit Merah Palestina di Gaza, Mahmoud Abu al-Atta, mengatakan truk-truk berisi bantuan telah diserahkan kepada lembaga-lembaga tertentu termasuk UNICEF dan Bulan Sabit Merah Qatar.
Ia mengatakan beberapa bantuan dialokasikan untuk rumah sakit dan beberapa untuk tempat penampungan yang dikelola PBB.
"Kami tidak menginginkan makanan atau uang. Kami ingin perang ini berakhir. Kami ingin kematian berhenti dan kami ingin pemboman membabi buta terhadap warga sipil dihentikan," kata salah satu warga utara Gaza yang mengungsi ke selatan," Mohammad Maher.
Pria berusia 40 tahun itu menggambarkan jumlah bantuan makanan yang tiba "menyedihkan" dan menuduh Israel dan Amerika Serikat berusaha membuat warga Palestina kelaparan. "Memalukan bagi dunia," katanya.