REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pada bulan Sya'ban tahun keempat Hijriah, Rasulullah ﷺ bersama 1.500 pasukannya berangkat menuju Badar untuk melakukan pertempuran kembali menghadapi kaum musyrikin.
Seperti dikutip dari Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah ﷺ disarikan dari kitab Ar-rahiqul Makhtum, Hal ini karena setelah perang Uhud, sebelum kedua pasukan tersebut berpisah mereka telah saling berjanji untuk bertemu kembali dalam sebuah pertempuran di Badar.
Sementara itu, Abu Sufyan di Mekkah berangkat dengan 2.000 pasukan musyrikin Mekkah. Namun Abu Sufyan berangkat dengan berat hati karena kekhawatiran dari akibat peperangan terhadap kaum muslimin.
Akhirnya dia ambil keputusan di tengah perjalanan untuk kembali lagi ke Mekkah dan tidak jadi berperang. Hal itupun diikuti oleh pasukannya yang tampaknya memiliki keberatan yang sama.
Dengan kejadian tersebut, kaum muslim kembali mendapatkan kepercaya diri dan kewibawaannya serta dapat mengendalikan keadaan.
Enam bulan setelah perang Badar kedua, Rasulullah ﷺ menerima informasi bahwa suku-suku di sekitar Daumatul Jandal, dekat Syam melakukan perampokan dan merampas orang-orang yang melewati daerah mereka. Bahkan mereka telah mengumpulkan kekuatan untuk menyerbu kota Madinah.
Rasulullah ﷺ tidak ingin membiarkan hal tersebut membesar. Segera beliau siapkan pasukannya berjumlah 1.000 orang untuk mendahului menyerang mereka secara tiba-tiba. Mendengar kedatangan pasukan kaum muslimin yang tiba-tiba tersebut, penduduk Daumatul Jandal lari pontang panting, sehingga ketika Rasulullah ﷺ tiba di daerah tersebut tidak beliau dapati seorangpun dari mereka.
Demikianlah, dengan serentetan peristiwa di atas, praktis Rasulullah ﷺ dapat mengontrol keadaan kota Madinah. Bahaya-bahaya yang mengancam secara internal telah beliau atasi, sehingga kedudukan kaum muslimin semakin kokoh.