Senin 30 Oct 2023 17:52 WIB

Hati-Hati, Inilah yang Terjadi pada Tubuh Ketika Menyantap Makanan Super Pedas

Rasa sangat pedas biasanya terkait dengan senyawa kimia capsaicin.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Natalia Endah Hapsari
Senyawa kimia capsaicin merupakan komponen aktif yang memberikan rasa dalam cabai.
Foto: ist
Senyawa kimia capsaicin merupakan komponen aktif yang memberikan rasa dalam cabai.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bulan lalu, sebuah tren TikTok berubah menjadi mimpi buruk. Tantangan populer "One Chip Challenge", di mana peserta diharuskan memakan keripik yang sangat pedas dan bertahan tanpa makanan atau minuman lainnya, disebut-sebut menyebabkan kematian seorang remaja.

Penyebab kematian korban yang berasal dari Massachusetts, Amerika Serikat, itu masih diselidiki oleh pihak berwenang. Namun, internet dipenuhi dengan pembicaraan tentang bahaya menyantap makanan yang terlalu pedas seperti dalam tantangan itu.

Baca Juga

Apakah makanan pedas buruk bagi tubuh manusia? Benarkah menyantap makanan super pedas bisa berbahaya hingga berpotensi mengancam nyawa? Apa sebenarnya yang terjadi pada tubuh saat makan makanan pedas, selain sensasi terbakar di mulut yang biasa kita alami?

Ahli gastroenterologi di NYU Langone Health, Lisa Ganjhu, menyampaikan penjelasan ilmiahnya. Ganjhu mengatakan bahwa rasa pedas bisa disebabkan aneka rempah. Namun, pedas yang kerap dibicarakan secara khusus cenderung terkait dengan senyawa kimia capsaicin.

Senyawa itu merupakan komponen aktif yang memberikan rasa dalam cabai. Ada banyak hal yang bisa terjadi secara fisiologis ketika seseorang menyantap produk mengandung cabai, seperti berkeringat, kesemutan pada bibir dan mulut, serta sensasi terbakar di lidah.

Menariknya, reaksi-reaksi tersebut sebenarnya adalah cara tubuh untuk mendinginkan diri setelah capsaicin berikatan dengan reseptor saraf di perut dan mengirimkan sinyal rasa sakit ke otak. Beberapa orang bahkan mungkin mengalami refluks asam lambung. "Saya belum pernah mendengar makanan pedas bisa membunuh seseorang. Untuk kasus One Chip Challenge, bisa jadi tubuh mengalami syok, seolah-olah ditusuk, dan adrenalin melonjak," kata Ganjhu, dikutip dari laman Huffington Post, Senin  (30/10/2023).

Selain itu, mungkin pasien mengalami sakit perut parah yang disebabkan oleh makanan tersebut. Akan tetapi, selama ini, meskipun makanan pedas memberi efek tidak nyaman di perut, kemungkinan seseorang tewas akibat mengonsumsinya amat sangat kecil.

Kecuali, jika seseorang mengalami reaksi alergi atau punya sensitivitas terhadap makanan tertentu. Penting pula untuk diingat bahwa setiap orang memiliki tubuh yang berbeda dan mungkin mengalami berbagai reaksi terhadap makanan pedas.

Ahli gastroenterologi bersertifikat, Natasha Chhabra, mengatakan bahwa mekanisme mengapa makanan pedas bisa menyebabkan refluks belum diketahui secara pasti. Salah satu dugaan yang ada, capsaicin dapat menyebabkan tertundanya pengosongan perut.

Secara konseptual, jika makanan berada di dalam perut lebih lama, hal itu dapat menyebabkan refluks, namun teori itu belum sepenuhnya terbukti. Selain itu, ada orang yang lebih toleran terhadap makanan pedas dibandingkan orang lainnya, sehingga dianggap "doyan pedas".

Menurut Chhabra, toleransi rasa pedas tersebut bergantung pada sejumlah faktor, termasuk kecenderungan genetik, pengalaman hidup, dan paparan makanan. Sering terpapar makanan dengan rasa tersebut berpotensi meningkatkan toleransi seseorang terhadap pedas.

Kadang-kadang, hal itu lebih merupakan masalah budaya daripada masalah fisiologis. Lantas, bagaimana cara meredakan sensasi panas setelah menyantap makanan pedas? Pakar kurang menyarankan minum air putih, tetapi lebih dianjurkan meminum sesuatu yang mengandung lemak, seperti susu.

Capsaicin adalah senyawa yang larut dalam lemak, sehingga tidak akan terurai dalam air, tidak peduli berapa banyak air yang diminum. Chhabra juga menyebutkan cara lain, yaitu mengunyah permen karet dan makan permen pelega tenggorokan. "Keduanya meningkatkan produksi air liur, yang membantu menetralkan keasaman di perut," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement