REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra mengatakan nilai tukar rupiah berpotensi melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini imbas sentimen risiko eskalasi yang makin membara di Timur Tengah, khususnya genosida oleh Israel pada Palestina.
“Rupiah masih berpotensi melemah ke kisaran Rp15.965-Rp16.000 hari ini dengan support di sekitar Rp15.880-Rp15.900 per dolar AS,” kata dia ketika dihubungi Antara, Jakarta, Senin (30/10/2023).
Seperti diketahui, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Sabtu (28/10) mengatakan bahwa pasukan rezim Zionis Israel telah melancarkan serangan darat ke Gaza, Palestina, sebagai bagian dari "perang tahap kedua". Israel berdalih untuk menghancurkan kemampuan militer dan pemerintahan Hamas, serta membebaskan para tawanan.
Israel membom Rumah Sakit Al Quds hingga saat ini total korban Palestina mencapai lebih dari 8.000 orang, mayoritas perempuan dan anak-anak. Selain itu, potensi pelemahan rupiah turut dipengaruhi antisipasi pasar terhadap rapat kebijakan Moneter Bank Sentral AS pekan ini.
Dalam pertemuan tersebut, pengendalian inflasi dan penguatan kondisi ketenagakerjaan akan menjadi topik pembicaraan. Inflasi masih menjadi fokus karena melenceng jauh dari target dua persen, dan para pejabat AS bakal mempertanyakan apakah kebijakan saat ini masih cukup mendorong inflasi turun atau perlu kebijakan baru.
Menurut Ariston, pertemuan rapat kebijakan Moneter Bank Sentral AS kemungkinan melemahkan rupiah.
“Kenyataanya, inflasi memang belum ke level target dan The Fed (Federal Reserve) biasanya tidak memperjelas kebijakannya ke pasar sampai pengumuman hasil rapat,” ujarnya.
Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin pagi menguat sebesar 0,15 persen atau 24 poin menjadi Rp15.915 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.939 per dolar AS.