REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan akan memasuki era "negara multiras dan multikultural" pada tahun mendatang, ketika persentase warga negara asing di negara itu diperkirakan akan melebihi 5 persen dari total populasi. Hal ini merupakan pencapaian yang signifikan.
Menurut definisi OECD, Korea Selatan akan menjadi negara multikultural sebelum Jepang yang saat ini memiliki persentase 2,38 persen warga negara asing dalam populasi mereka. Menurut data yang diberikan oleh Kementerian Kehakiman dan Kementerian Dalam Negeri dan Keamanan pada 27 Oktober 2023, pada akhir September, terdapat sekitar 2.514 juta warga negara asing yang tinggal di Korea Selatan, atau mencakup 4,89 persen dari total populasi 51,37 juta.
Dari jumlah tersebut, sekitar 1.957 juta merupakan penduduk jangka panjang yang memiliki visa, sementara sekitar 557 ribu adalah penduduk jangka pendek dengan masa tinggal kurang dari 90 hari.
Pada 2021, persentase orang asing yang tinggal di Korea mengalami penurunan menjadi 3,79 persen akibat dampak pandemi Covid-19. Namun, pada tahun lalu, persentasenya kembali meningkat menjadi 4,37 persen. Peningkatan signifikan terjadi pada tahun ini karena jumlah pekerja asing yang masuk ke Korea melalui izin telah kerja meningkat.
"Mengingat peningkatan jumlah pelajar dan pekerja internasional sejak pandemi Covid-19, kami memperkirakan bahwa jumlah warga asing yang terdokumentasi akan melebihi 5 persen dari populasi untuk pertama kalinya pada tahun depan,” kata seorang pejabat dari Kementerian Administrasi Publik Korea Selatan, dilansir All K-pop, Senin (30/10/2023).
Ambang batas 5 persen orang asing digunakan dalam statistik sensus dan oleh organisasi internasional untuk mendefinisikan suatu negara sebagai "multiras dan multikultural." Korea Selatan menjadi negara pertama di Asia yang mencapai tahap ini.
Terdapat pandangan bahwa jika kita memasukkan 429 ribu imigran yang tidak memiliki dokumen resmi di negara ini, persentase ini bisa melonjak menjadi 5,72 persen.
“Lima persen orang asing berarti penduduk akan bertemu dengan orang asing atau orang-orang dari latar belakang budaya asing kapan saja dan di mana saja, termasuk sekolah, tempat kerja, dan jalan-jalan, dan Korea Selatan adalah negara pertama di Asia yang mencapai tahap ini,” ujar seorang profesor kesejahteraan sosial di Sekolah Pascasarjana Kebijakan Publik di Sookmyung Women's University, Kim Ok-nyeo.
Penting untuk dicatat bahwa tidak hanya warga negara asing yang dihitung dalam persentase ini, tetapi juga populasi penduduk dengan latar belakang migran. Hal ini mencakup warga negara yang dinaturalisasi, imigran generasi kedua, dan orang asing yang menjadi penduduk sejak lahir. OECD mencatat bahwa persentase penduduk dengan latar belakang migran di Korea Selatan pada 2021 adalah 4,3 persen.
Seiring dengan pertumbuhan populasi orang asing di Korea, beberapa pihak menyatakan keprihatinan tentang potensi ketegangan sosial dan budaya yang dapat terjadi, seperti diskriminasi di sekolah, konflik agama, dan konflik sosial lainnya. Karena itu, merangkul keragaman budaya dianggap sebagai langkah yang sangat penting di tengah perkembangan ini.
Korea Selatan, sebagai salah satu negara yang secara cepat menjadi multiras dan multikultural, harus menghadapi tantangan dan peluang yang ada dengan bijak untuk memastikan harmoni dan inklusi dalam masyarakat. “Jika jumlah migran melebihi 5 persen, mereka akan mempunyai dampak ekonomi dan budaya yang signifikan sebagai anggota masyarakat,” kata Presiden Asosiasi Dukungan Keluarga Multikultural Korea, Ahn Hyun-sook.