REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus PDI Perjuangan yang juga wakil ketua Komisi II DPR Junimart Girsang mempertanyakan sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI soal revisi Peraturan KPU (PKPU) tentang Batas Usia Capres-Cawapres.
Hal itu seiring dengan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang tengah memproses dugaan pelanggaran etik majelis hakim MK pascaputusan perkara nomor 90.
Junimart mempertanyakan, apakah seiring dengan pemeriksaan kode etik hakim konstitusi, revisi PKPU yang baru disetujui DPR RI pada Selasa (31/10/2023) malam lalu tetap dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya sebagai aturan syarat capres-cawapres?
"Apakah KPU pernah memikirkan setelah nanti revisi penyesuaian ini akan ada revisi lagi? Maksud saya supaya KPU punya sikap juga. Kita tahu sekarang ada MKMK, kita tahu sekarang KPU digugat. Entah besok mungkin ada lagi masalah hukum baru," ujar Junimart dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (2/11/2023).
Junimart menekankan agar KPU wajib berkonsultasi kepada DPR soal langkah apa pun mengenai PKPU. Dia sempat mempertanyakan dasar KPU mengirim surat kepada partai politik (parpol) untuk mengikuti putusan MK soal syarat capres-cawapres.
"Apa dasarnya KPU membuat surat edaran kepada para ketum parpol? Dimana diaturnya? Karena yang kita pahami bahwa dalam Undang-Undang Nomor 7 itu Pasal 75 Ayat 4 disebutkan setiap pembuatan PKPU, revisi dan sejenisnya itu harus dan wajib berkonsultasi dengan DPR," kata dia.
Diketahui, KPU RI menerbitkan surat tindak lanjut dari putusan MK mengenai gugatan Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia capres-cawapres. Surat tindak lanjut itu terbit 17 Oktober 2023 dan diteken oleh Ketua KPU Hasyim Asy'ari serta ditujukan kepada seluruh parpol peserta Pemilu 2024. Surat edaran itu dinilai tidak berkekuatan karena SE disebut berlaku di internal.
"Kalau KPU berbicara tentang putusan MK itu dan meminta kepada para ketum parpol untuk tunduk, KPU ini kebablasan. Urusan apa ketum parpol dengan putusan MK yang didasarkan pada SE dari KPU? Biar KPU nanti belajar ke depan, biar suratnya itu bermuruah. Kita sebagai mitra tentu harus mengoreksi untuk lebih baik ke depan," ujar dia.
Meski ada protes, terutama dari para anggota Fraksi PDIP DPR RI, Komisi II DPR RI dan pemerintah akhirnya menyetujui rencana KPU RI merevisi pasal terkait batas usia minimum capres-cawapres dalam PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Pendaftaran Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Persetujuan diambil dalam rapat dengar pendapat pendapat (RDP) Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (31/10/2023) malam WIB.
Semua pihak yang terlibat dalam rapat, termasuk Kemendagri, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) menyetujui Rancangan PKPU tentang Perubahan atas PKPU Nomor 19 Tahun 2023.
Rancangan yang diusulkan KPU adalah mengubah bunyi pasal Pasal 13 Ayat 1 Huruf q yang mengatur batas usia minimum capres-cawapres 40 tahun. Perubahan dilakukan sesuai amar putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Bunyi pasal tersebut diubah menjadi: syarat untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden adalah berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu termasuk pemilihan kepala daerah.
Sebelum Komisi II DPR menyetujui revisi tersebut, sejumlah anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP mempertanyakan keabsahan pendaftaran pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada 25 Oktober 2023. Sebab, saat itu pasal batas usia belum direvisi. Adapun Gibran ketika itu masih berusia 36 tahun.
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari sempat menjawab kritikan tersebut. Khusus soal pendaftaran Gibran sebagai cawapres, Hasyim menyatakan bahwa pihaknya baru menerima berkas pendaftaran. Adapun proses verifikasi dokumen kini masih berlangsung hingga penetapan pasangan capres-cawapres pada 13 November 2023.
Hasyim mengatakan, perubahan PKPU ini selanjutnya akan memasuki tahap harmonisasi dan pengundangan di Kemenkumham. Hasyim yakin, PKPU yang baru telah diundangkan sebelum pasangan capres-cawapres ditetapkan pada 13 November 2023.
Sementara itu, terpisah, MKMK hingga saat ini masih memproses kasus kode etik hakim konstitusi sebagai upaya merespons sejumlah laporan masyarakat terhadap para hakim MK.
Pada Selasa (31/10/2023), MKMK memeriksa tiga hakim terlapor, yakni Ketua MK Anwar Usman serta hakim konstitusi Arief Hidayat dan Enny Nurbaningsih. Lalu, pada Rabu (1/11/2023), MKMK memeriksa hakim konstitusi Saldi Isra, Manahan M.P. Sitompul, dan Suhartoyo.
Lalu, pada Kamis (2/11/2023), MKMK memeriksa tiga hakim konstitusi lainnya, yakni Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, M. Guntur Hamzah, dan Wahiduddin Adams.
MKMK menjadwalkan akan mengumumkan putusan pemeriksaan kode etik hakim pada 7 November 2023, dipercepat dari jadwal sebelumnya pada 24 November 2023.