REPUBLIKA.CO.ID, Gerakan BDS terhadap Israel sudah lahir jauh sebelum pecahnya perang terbaru Hamas-Israel pada 7 Oktober 2023. Gerakan BDS tercetus pada Juli 2005 dan dikoordinasikan oleh Palestinian BDS National Committee (BNC). Ketika kampanye BDS pertama kali diluncurkan, terdapat lebih dari 170 organisasi non-pemerintah Palestina yang berpartisipasi di dalamnya.
Lewat situs resminya bdsmovement.net, BNC menjelaskan bahwa para penandatangan seruan BDS mewakili tiga komponen utama rakyat Palestina. Mereka adalah para pengungsi di pengasingan, warga Palestina yang tinggal di bawah pendudukan di Tepi Barat dan Jalur Gaza, dan warga Palestina yang didiskriminasi di negara Israel.
“Upaya untuk mengkoordinasikan kampanye BDS, yang mulai berkembang pesat sejak seruan tersebut diumumkan pada tahun 2005, mencapai puncaknya pada Konferensi BDS Palestina pertama yang diadakan di Ramallah pada bulan November 2007. Dari konferensi ini muncullah Komite Nasional BDS (BNC) sebagai badan koordinasi Palestina untuk kampanye BDS di seluruh dunia,” tulis BNC di situs bdsmovement.net.
BDS terinspirasi oleh gerakan anti-apartheid di Afrika Selatan. Tujuan utama kampanye BDS adalah memberi tekanan kepada Israel agar mengakhiri pendudukannya atas Palestina. Jalur pertama yang ditempuh adalah melalui boikot, yakni melibatkan penarikan dukungan terhadap Israel dan perusahaannya yang terbukti melakukan pelanggaran HAM terhadap rakyat Palestina. Lembaga olahraga, budaya, kesenian, serta akademik Israel turut menjadi sasaran kampanye pemboikotan.
Jalur kedua adalah divestasi, yakni mendesak bank, dewan lokal, termasuk universitas, untuk menarik investasinya dari semua perusahaan Israel, termasuk perusahaan-perusahaan internasional yang terlibat dalam pelanggaran HAM terhadap rakyat Palestina. Sementara sanksi merupakan kampanye yang bertujuan mendesak pemerintah memenuhi kewajiban hukumnya untuk meminta pertanggungjawaban Israel. Dalam hal ini, para aktivis BDS juga akan menuntut pemerintah masing-masing agar mengakhiri transaksi perdagangan dengan Israel.
Terdapat tiga tujuan utama dari gerakan non-kekerasan BDS. Pertama adalah mengakhiri pendudukan dan penjajahan Israel atas semua tanah Arab. “Hukum internasional mengakui Tepi Barat termasuk Yerusalem Timur, Gaza, dan Dataran Tinggi Golan Suriah diduduki oleh Israel. Sebagai bagian dari pendudukan militernya, Israel mencuri tanah dan memaksa warga Palestina masuk ke dalam ghetto, dikelilingi oleh pos pemeriksaan, pemukiman dan menara pengawas, serta tembok apartheid ilegal. Israel telah memberlakukan pengepungan abad pertengahan di Gaza, mengubahnya menjadi penjara udara terbuka terbesar di dunia,” tulis BDS di situsnya.
Tujuan kedua adalah mendesak Israel mengakui hak-hak dasar warga Arab-Palestina di Israel dengan kesetaraan penuh. Seperlima warga Israel adalah warga Palestina yang tetap berada di dalam garis gencatan senjata setelah perang tahun 1948. “Mereka menjadi sasaran sistem diskriminasi rasial yang diabadikan dalam lebih dari 50 undang-undang yang berdampak pada setiap aspek kehidupan mereka. Pemerintah Israel terus menggusur paksa komunitas Palestina di Israel dari tanah mereka. Para pemimpin Israel secara rutin dan terbuka menghasut kekerasan rasial terhadap mereka,” tulis BDS.
Tujuan terakhir adalah memajukan hak-hak pengungsi Palestina untuk kembali ke tanah mereka sebagaimana diatur dalam resolusi PBB 194. Menurut BDS, sejak Israel berdiri pada 1948, banyak warga Palestina terbunuh dan terusir dari tanahnya. “Akibat pemindahan paksa yang sistematis ini, kini ada lebih dari 7,25 juta pengungsi Palestina. Hak mereka untuk kembali ke rumah mereka ditolak hanya karena mereka bukan orang Yahudi,” katanya.
Saat ini BDS telah menjadi gerakan yang cukup populer dan mendunia. Tokoh-tokoh seperti musisi kawakan sekaligus pendiri band rock Pink Floyd Roger Waters, penulis Kanada Naomi A. Klein, filsuf Amerika Judith Pamela Butler, mendiang Uskup Agung Desmond Tutu, dan sejumlah tokoh lainnya telah menjadi pendukung gerakan BDS.