REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) terus berupaya memperluas akses layanan publik yang ramah disabilitas. Terbaru, Kemenag telah menyelesaikan penyusunan mushaf Alquran bahasa Isyarat 30 juz.
Meteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut mengatakan, penyusunan mushaf Alquran bahasa Isyarat ini adalah yang pertama di dunia. Menurut dia, mushaf tersebut akan dicetak dalam waktu dekat ini.
"Alhamdulillah, proses penyunan mushaf Alquran Isyarat sudah selesai dan akan segera kita cetak. Ini akan menjadi mushaf Alquran bahasa isyarat pertama di Indonesia, bahkan dunia,” ujar Gus Yaqut dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Senin (13/11/2023).
Gus Yaqut berharap, kehadiran mushaf Alquran isyarat ini dapat memudahkan akses masyarakat disabilitas terhadap kitab suci.
"Ini yang selama ini juga menjadi arahan dari Presiden Joko Widodo agar layanan pemerintahan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat," ucap Gus Yaqut.
Selain mushaf Alquran bahasa isyarat, Kemenag juga memiliki mushaf Alquran 30 juz standar Braille. Saat ini juga telah dilakukan proses penyempurnaan cetakan mushaf Alquran yang diperuntukkan bagi masyarakat disabilitas netra tersebut.
Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an (LPMQ) Badan Litbang dan Diklat Kemenag, Abdul Aziz Sidqi menjelaskan, mushaf Alquran Isyarat telah hadir dalam format digital dan dapat diakses melalui aplikasi Pusaka Superapps Kementerian Agama. Saat ini, pihaknya sedang melakukan proses cetak mushaf Alquran Isyarat dan rencananya terbit pada akhir 2023.
"Kita siapkan versi cetaknya. Insya Allah akan selesai pada akhir 2023 ini,” kata Aziz, panggilan akrabnya dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Senin (13/11/2023).
Senada dengan Gus Yaqut, Aziz pun mengaku pihaknya telah melakukan kajian. Hasilnya, sampai sekarang belum ada cetakan mushaf Alquran bahasa isyarat. “Setelah kami lakukan semacam kajian, ini adalah mushaf Alquran isyarat pertama 30 juz yang ada di dunia,” jelas Aziz.
Menurut Aziz, mushaf Alquran isyarat diperkirakan memiliki halaman lebih tebal dari mushaf pada umumnya. Ini karena, mushaf Alquran isyarat memuat tidak hanya teks Alquran semata, tetapi juga akan memuat font isyaratnya.
Mushaf Alquran Isyarat akan dicetak dalam dua jilid. Jilid pertama mencakup Juz 1-15, sementara jilid kedua mencakup Juz 16-30. Rencananya, dalam terbitan pertama akan dicetak kurang lebih 1.000 hingga 2.000 eksemplar.
“Kurang lebih sekitar, 1.000-2.000 eksemplar. Jadi, karena ini tidak sama seperti Alquran biasa, kita buat dua jilid karena, kalau satu jilid (1-30 juz), ini akan tebal sekali,” ucap Aziz.
Terdapat dua metode yang digunakan dalam mushaf Alquran isyarat yaitu metode kitabah dan metode tilawah. Pada proses penyusunannya, Aziz menyebut pihaknya bersinergi dengan para ahli, teman disabilitas tuli, dan berbagai organisasi terkait.
“Bersama-sama merumuskan kesepakatan mengenai huruf, harakat, dan tanda baca. Setelah itu, tim yang sama menyusunnya dengan melibatkan semua stakeholder yang terlibat,” kata dia.
“Kita cek satu persatu, kita susun ayatnya mulai dari Al Fatihah, sampai An Nas, kita cek dan baca satu per satu, hurufnya harakatnya, karena ini Alquran tidak boleh ada yang kurang atau kelebihan huruf maupun harakat. Kami mematikan bahwa nanti Alquran yang kami cetak sudah shahih, tidak ada lagi kesalahan. Tidak ada lagi kesalahan,” jelas Azis.
Aziz menambahkan, proses penyusunan mushaf Alquran isyarat sudah dimulai sejak 2021 dengan diawali menyusun panduan membaca Alquran bahasa isyarat. Setelah peluncuran Juz 'Amma bahasa isyarat pada 2022, pihaknya kemudian melanjutkan penyusunan seluruh 30 juz Alquran dalam bahasa isyarat.
Mushaf Alquran Isyarat ini, kata Aziz, merupakan wujud perhatian penuh pemerintah dalam hal ini Kemenag melalui LPMQ terhadap layanan keagamaan, khususnya terkait Alquran. Upaya ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, yang menegaskan hak penyandang disabilitas untuk mendapatkan layanan kitab suci dan lektur keagamaan yang mudah diakses.
“Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas di mana di situ disebutkan dalam Pasal 14 di huruf C itu jelas dikatakan bahwa penyandang disabilitas juga berhak mendapat layanan kitab suci dan juga lektur keagamaan yang mudah diakses,” ujar dia.