Selasa 14 Nov 2023 18:56 WIB

Ini Pesan Forum Pemred untuk Presiden Jokowi

Forum Pemred memberikan pesan untuk Presiden Jokowi mengenai Pemilu 2024.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bilal Ramadhan
Pemilu 2024 (ilustrasi). Forum Pemred memberikan pesan untuk Presiden Jokowi terkait Pemilu 2024.
Foto: ANTARA/Mohammad Ayudha
Pemilu 2024 (ilustrasi). Forum Pemred memberikan pesan untuk Presiden Jokowi terkait Pemilu 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA — Forum Pemimpin Redaksi (Pemred) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan manuver politik. Sebab, Forum Pemred melihat banyak sekali hal yang mengejutkan publik menjelang Pemilu 2024. Pelaksanaan etika-etika demokrasi pun dilihat bermasalah, terutama yang dilakukan presiden, para menteri, dan juga para ketua umum partai politik.

“Hentikan manuver dalam upaya memenangkan salah satu calon, demi suksesnya pelaksanaan Pemilu 2024 yang jujur, adil, bebas dan rahasia,” ujar Ketua Forum Pemred Arifin Asydhad saat dikonfirmasi, Selasa (14/11/2023).

Baca Juga

Hal itu menjadi salah satu seruan Forum Pemred kepada Jokowi. Selain itu, Forum Pemred juga meminta Jokowi untuk menjaga integritas dan netralitas terhadap semua calon kontestan pemilu, menghindari potensi konflik kepentingan, berlaku adil, dan mengayomi semua peserta pemilu, khususnya dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.

“Jaga pelaksanaan Pemilu 2024 agar sesuai dengan konstitusi dan aturan hukum yang berlaku berdasarkan UUD 1945 dan amanat reformasi tahun 1998,” kata Arifin.

Pihaknya juga meminta Jokowi untuk fokus dan berkomitmen menjaga stabilitas politik dan keamanan, ekonomi, serta sosial kemasyarakatan sampai berakhirnya masa kerja pemerintahan pada Oktober 2024. Jokowi pun disebut perlu melakukan konsolidasi nasional agar kehidupan bernegara kembali normal dan kualitas demokrasi Indonesia makin membaik.

Forum Pemred melihat Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Banyak hal yang mengejutkan publik. Menurut Forum Pemred, kondisi itu berpotensi menimbulkan goncangan dan ketidakstabilan politik dan keamanan serta perekonomian nasional.

Pihaknya melihat, usulan tiga periode untuk Presiden Jokowi dan perpanjangan jabatan yang disuarakan beberapa menteri, sejumlah ketua umum partai politik, dan sejumlah pendukung Jokowi telah mengancam demokrasi. Padahal, UUD 1945 mengamanatkan jabatan presiden dibatasi dua periode.

Menurut Arifin, ada indikasi dan upaya untuk melanggengkan kekuasaan dengan sejumlah narasi yang diciptakan dan memunculkan bibit-bibit otoriter. Pihaknya sangat menyayangkan sikap Jokowi yang tidak tegas merespons usulan itu, meski usulan tersebut kemudian kandas karena berbagai pihak memberi respons negatif.

Forum Pemred juga melihat telah terjadinya dugaan politik penyanderaan dengan mengedepankan kasus hukum atau pidana kepada seseorang maupun pimpinan partai politik yang dianggap berseberangan dengan penguasa terkait Pemilu 2024.

“Dugaan penyanderaan itulah yang kemudian membuat para pimpinan partai politik tidak berdaya, tidak memliki jalan lain, kecuali menyetujui skenario yang disusun pihak penguasa,” kata Arifin.

Dia menyampaikan, banyak pihak, termasuk dunia internasional, menilai ada penurunan nilai demokrasi di Indonesia. Berdasarkan data Economist Intelligence Unit (EIU), indeks demokrasi Indonesia menurun tajam pada periode 2017-2020 yang mencatatkan angka 6,3 poin. Meski tahun 2021 dan 2022 naik menjadi 6,71, tapi angka itu masih lebih rendah dibanding 2014 dan 2015.

Persoalan lain, yakni masih maraknya kasus korupsi, yang bahkan melibatkan para menteri. Bahkan, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun, yang seharusnya menjadi teladan, ikut terseret dalam tindak pemerasan. Upaya pemberantasan korupsi makin jauh dari yang diinginkan, apalagi sebelumnya sudah jelas ada upaya-upaya untuk melemahkan KPK.

Masalah yang juga masih hangat adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberi jalan bagi putra presiden, Gibran Rakabuming Raka, menjadi bakal calon wakil presiden (bawacapres). Arifin menjelaskan, hal itu memperlihatkan upaya perekayasaan hukum dengan memanfaatkan intervensi dari pihak penguasa dan mempertontonkan upaya kolusi, nepotisme, dan membangun politik dinasti.

Pihaknya melihat adanya dugaan manuver melawan konstitusi dan pembajakan demokrasi untuk kepentingan kekuasaan yang absolut, demi kepentingan kelompok atau golongannya sendiri. Dugaan itu makin jelas setelah Mahkamah Kehormatan MK (MKMK) memutuskan memberhentikan Ketua MK Anwar Usman yang telah terbukti melakukan pelanggaran etik yang berat.

Akhir-akhir ini juga, kata dia, pihaknya melihat ada gejala penggunaan alat negara oleh pemerintah, baik dari penegak hukum, militer, hingga sumber daya ekonomi yang ada, untuk menekan pihak yang tidak sejalan, dan bahkan untuk mendukung pasangan bacapres dan bacawapres tertentu. Hal itu dilihat berpotensi pada ketidakadilan dalam pelaksanaan Pemilu 2024.

“Yang seharusnya dilandasi asas jujur, adil, bebas, dan rahasia dan berpotensi membuat kecurangan dalam Pemilu 2024. Ini memperlihatkan ada sekelompok kepentingan yang menghalalkan segala cara untuk bisa menduduki tampuk kekuasaan. Indikasi ini sekarang sudah terlihat dengan nyata, dan patut dikhawatirkan, bakal merusak tatanan demokrasi yang telah dibangun sejak era Reformasi,” terang dia.

Dia menyatakan, di tengah manuver politik menjelang Pemilu 2024, pemerintah perlu lebih fokus dalam memperhatikan kondisi ekonomi. Saat ini, Indonesia sedang menghadapi berbagai persoalan ekonomi dan sosial yang cukup berat di tengah konflik geopolitik dan geoekonomi dunia, lesunya perekonomian dunia, melambatnya pertumbuhan ekonomi, kenaikan harga-harga komoditas pangan, dan masih tingginya angka pengangguran.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement