REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Sabtu (18/11/2023) mengatakan, ia meyakini Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akan segera tersingkir dari pemerintahannya. Terlebih lagi Netanyahu menghadapi peningkatan pengawasan atas kegagalannya mencegah serangan mengejutkan Hamas pada 7 Oktober.
“Netanyahu sudah hampir mati; kami akan segera menyingkirkannya. Mudah-mudahan, Israel akan segera menyingkirkannya dan semua orang Yahudi di dunia akan singkirkan dia. Saat ini, 60-70 persen warga negaranya sendiri menentang Netanyahu," kata Erdogan.
Erdogan mengatakan, Turki telah mendukung kaum yang tertindas di Gaza. Dia menyerukan kepada seluruh negara Muslim untuk segera bertindak dan memberikan bantuan kepada warga Palestina di Gaza.
“Israel berusaha menghalangi bantuan dan membuat Gaza kelaparan dan kekurangan makanan dan air. Tapi kami tidak menyerah. Apapun hambatannya, kami akan terus menjaga Gaza tetap hidup. Seluruh dunia, khususnya negara-negara Islam, harus bergerak untuk memberikan bantuan," ujar Erdogan.
Erdogan mengkritik Barat atas pendiriannya terhadap konflik yang sedang berlangsung di Gaza. “Barat, yang terikat oleh cita-cita imperialis tentara Salib, bersatu," ujarnya.
Erdogan berada di Berlin dalam kunjungan sehari penuh pada Jumat (17/11/2023). Erdogan bertemu dengan Kanselir Olaf Scholz dan Presiden Frank-Walter Steinmeier.
Pemerintah Jerman telah berulang kali mengatakan Israel mempunyai hak untuk membela diri melawan Hamas. Jerman juga menentang seruan untuk segera melakukan gencatan senjata di Jalur Gaza, dengan alasan bahwa hal itu akan memberikan kelonggaran bagi kelompok perlawanan Palestina.
Israel terus melakukan serangan udara dan darat di Gaza sejak 7 Oktober 2023. Serangan itu telah membunuh 12 ribu warga Palestina, termasuk 8.000 anak-anak dan perempuan. Ribuan bangunan, termasuk rumah sakit, masjid, dan gereja, rusak atau hancur. Israel telah menentang seruan internasional untuk melakukan gencatan senjata kecuali semua sandera yang ditangkap oleh Hamas dalam serangan mengejutkan pada 7 Oktober segera dibebaskan.