Ahad 19 Nov 2023 23:56 WIB

Nyamuk Wolbachia Jadi Polemik, Peneliti UGM: Bakterinya Hanya Bisa Hidup di Tubuh Serangga

Bakteri Wolbachia tidak berisiko memicu penyakit baru yang dapat mengancam manusia.

Nyamuk Aedes aegypti sebagai penyebab penyakit DBD( (ilustrasi). Penyebaran nyamuk yang mengandung bakteri Wolbachia menjadi strategi baru untuk mengatasi penularan kasus demam berdarah dengue di Indonesia.
Foto: www.freepik.com
Nyamuk Aedes aegypti sebagai penyebab penyakit DBD( (ilustrasi). Penyebaran nyamuk yang mengandung bakteri Wolbachia menjadi strategi baru untuk mengatasi penularan kasus demam berdarah dengue di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Profesor Adi Utarini mengatakan bakteri Wolbachia hanya dapat hidup di dalam sel tubuh serangga. Sehingga tidak berisiko memicu penyakit baru yang dapat mengancam kesehatan manusia.

"Wolbachia adalah bakteri yang hanya dapat hidup di dalam tubuh serangga, termasuk nyamuk dan tidak dapat bertahan hidup di luar sel tubuh serangga," kata Adi Utarini melalui Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI di Jakarta, Ahad (19/11/2023).

Baca Juga

Hal itu diketahui berdasarkan hasil penelitiannya bersama tim dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM dan World Mosquito Program (WMP) sejak 2011 untuk membuktikan efektivitas bakteri Wolbachia terhadap penurunan kasus dengue di Indonesia. Adi Utarini yang karib disapa Uut itu mengatakan Wolbachia maupun nyamuk sebagai inangnya bukanlah organisme dari hasil modifikasi genetik yang dilakukan di laboratorium, sebab materi genetik dari nyamuk maupun bakteri Wolbachia yang digunakan identik dengan organisme yang ditemukan di alam.

"Wolbachia bukan rekayasa genetik, sebab tidak bisa mereplikasi diri tanpa bantuan serangga inangnya. Ini merupakan sifat alami dari bakteri Wolbachia yang telah ditemukan di dalam tubuh nyamuk Aedes Albopictus secara alami," katanya.

Uut mengatakan, Wolbachia secara alami terdapat pada lebih dari 50 persen serangga dan mempunyai sifat sebagai simbion atau tidak berdampak negatif pada inangnya. "Selain itu, analisis risiko yang telah dilakukan oleh 20 ilmuwan independen di Indonesia menyimpulkan bahwa risiko dampak buruk terhadap manusia atau lingkungan dapat diabaikan," kata Uut menambahkan.

Kementerian Kesehatan menerapkan inovasi teknologi Wolbachia untuk menurunkan penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Teknologi Wolbachia yang digunakan, diimplementasikan dengan metode 'penggantian', di mana nyamuk jantan dan nyamuk betina Wolbachia dilepaskan ke populasi alami.

Tujuannya, agar nyamuk betina kawin dengan nyamuk setempat dan menghasilkan anak-anak nyamuk yang mengandung Wolbachia. "Pada akhirnya, hampir seluruh nyamuk di populasi alami akan memiliki Wolbachia," kata Uut.

"Wolbachia berperan dalam memblok replikasi virus dengue di dalam tubuh nyamuk. Akibatnya nyamuk yang mengandung Wolbachia tidak mampu lagi untuk menularkan virus dengue ketika nyamuk tersebut menghisap darah orang yang terinfeksi virus dengue," katanya.

Mengingat bahwa Wolbachia terdapat dalam telur nyamuk, kata Uut, maka bakteri itu akan diturunkan dari satu generasi nyamuk ke generasi berikutnya. "Akibatnya, dampak perlindungan Wolbachia terhadap penularan dengue bersifat berkelanjutan," katanya.

Dari hasil uji coba itu, kata Uut, pendekatan Wolbachia telah terbukti mengurangi secara signifikan kejadian penyakit demam berdarah dan kebutuhan rawat inap bagi penderita penyakit tersebut. "Penurunan ini tentu saja akan berdampak pada penghematan biaya yang signifikan dalam pengendalian dengue bagi negara yang menerapkannya," katanya.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement