Ahad 19 Nov 2023 20:31 WIB

Nasib Netanyahu di Ujung Tanduk, Sebab Paksakan Perangi Gaza?

Elektabilitas dan popularitas Netanyahu merosot tajam.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nashih Nashrullah
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Elektabilitas dan popularitas Netanyahu merosot tajam
Foto: AP Photo/Abir Sultan
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Elektabilitas dan popularitas Netanyahu merosot tajam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Keluarga tawanan Israel yang ditahan di Gaza melakukan protes dengan aksi long march dari Tel Aviv ke kediaman Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di Yerusalem pada Sabtu (18/11/2023). 

Netanyahu berada di tepi jurang setelah jajak pendapat pada 14 November menunjukkan popularitas Netanyahu di kalangan Yahudi Israel hanya sekitar 4 persen. Sementara, lawan maupun sekutu tradisional Netanyahu menyerukan agar dia mengundurkan diri setelah perang di Gaza berakhir. 

Baca Juga

Pakar Urusan Palestina-Israel di Middle East Institute di Washington DC, Khaled Elgindy, mengatakan, ini adalah situasi yang sangat rentan bagi Netanyahu dalam sejarah karier politiknya.

“Dia sangat rentan, lebih dari yang pernah dia alami dalam karier politiknya mengingat dia memimpin kegagalan keamanan intelijen terbesar dalam sejarah Israel,” kata Elgindy, dilaporkan Aljazirah, Sabtu (18/11/2023).

Netanyahu memenangkan pemilu pada November tahun lalu dan mengangkat pemerintahan paling sayap kanan dalam sejarah Israel. Netanyahu telah berjuang melawan kritik. Aksi protes besar-besaran telah mengusik masa jabatan Netanyahu atas upayanya melakukan reformasi peradilan. 

Namun serangan mengejutkan Hamas pada 7 Oktober telah mengikis sebagian besar dukungan yang pernah dinikmati Netanyahu.

“Saya menduga ada banyak ketidakpuasan terhadap kepemimpinannya di pemerintahan, bahkan di dalam partainya sendiri,” ujar pakar Palestina dan Israel di Universitas New York, Zachary Lockman.

Di Israel, 94 persen penduduk percaya bahwa pemerintahan Netanyahu setidaknya harus disalahkan atas peristiwa 7 Oktober ketika pejuang Hamas menerobos pagar perbatasan dan menyerang Israel selatan. Israel mengklaim serangan itu menewaskan 1.200 orang.

Mayoritas warga Israel percaya bahwa Netanyahu harus mengundurkan diri setelah perang berakhir. Sebagian besar kritik yang ditujukan kepada Netanyahu adalah karena kurangnya tekad pemerintah dalam membebaskan lebih dari 200 tawanan di Gaza yang ditahan oleh Hamas dan pejuang Palestina lainnya.

Pada Jumat (17/11/2023), Israel menemukan setidaknya dua mayat tawanan. Sementara empat tawanan telah dibebaskan melalui upaya mediasi yang dipimpin oleh Qatar dan negara-negara lain.

Namun Netanyahu sejauh ini menolak kesepakatan yang lebih besar mengenai gencatan senjata dengan imbalan pembebasan lebih banyak tawanan. 

Baca juga: Tak Hanya Alquran dan Hadits, Kehancuran Yahudi Israel Juga Diisyaratkan Bibel? 

Netanyahu mengatakan, dia hanya akan mempertimbangkan untuk menghentikan serangan terhadap Gaza ketika semua sandera dibebaskan. 

Laporan menunjukkan bahwa pejuang Palestina menawarkan untuk membebaskan setidaknya 50 sandera dengan imbalan gencatan senjata selama tiga hari, namun Netanyahu diduga menolak kesepakatan tersebut. Sejauh ini, Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden mendukung Netanyahu dalam menentang gencatan senjata.

“Mereka mendapat dukungan penuh dari Amerika Serikat, namun kesabaran pemerintahan Biden mungkin akan habis suatu saat nanti. Permintaan untuk gencatan senjata meningkat di Amerika Serikat, tetapi (juga) di Eropa dan negara-negara lain," kata Lockman.

Netanyahu mungkin mempertahankan...

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement