REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyampaikan jawaban atas pemandangan umum fraksi-fraksi terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pencabutan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1992 tentang Penataan dan Pengelolaan Kepulauan Seribu Kotamadya Jakarta Utara dalam rapat paripurna di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, pada Senin (20/11/2023).
Heru menegaskan, pembangunan di Kepulauan Seribu diharapkan dapat lebih produktif, sejalan dengan tujuan pengembangan kepariwisataan dan mewadahi kepentingan seluruh warga secara luas.
“Hal ini sejalan dengan muatan usulan Raperda tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi DKI Jakarta yang mengintegrasikan ruang darat, laut, pesisir dan pulau-pulau kecil. Sinkronisasi penataan ruang tersebut juga sejalan dengan Undang-Undang Cipta Kerja,” kata Heru.
Selanjutnya ia juga menanggapi terkait pemerataan penyediaan infrastruktur di Kepulauan Seribu. Ia menjelaskan, saat ini penyediaan infrastruktur dasar, mulai dari akses transportasi, akses energi listrik, air bersih, telekomunikasi dan program lain untuk mendukung penyediaan sarana dan prasarana umum sudah menjadi perhatian utama dalam program pembangunan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Satu per satu pembangunan infrastruktur dasar telah diupayakan dengan mekanisme penyediaan melalui program pemerintah dan melalui sinergi penyediaan yang melibatkan swasta dan masyarakat,” kata dia.
Terkait keterbatasan lahan untuk tempat pemakaman umum (TPU) di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu kini telah menemui titik terang.
"Pemprov DKI Jakarta telah menyiapkan Rencana Aksi Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan mempertimbangkan estimasi jumlah penduduk dan tingkat ketersediaan lahan," kata Heru.
Heru menjelaskan untuk kebijakan yang berorientasi pada mitigasi atas ancaman perubahan iklim dan peningkatan permukaan air laut setiap kebijakan yang disusun dalam rangka peningkatan pembangunan telah melalui pertimbangan atas penanganan dampak dan risiko kebijakan.
"Pelaksanaan program pembangunan di Jakarta telah memuat aspek keberlanjutan, termasuk dalam penerapan kebijakan di wilayah laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil," ujar dia.
Dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan untuk masyarakat di wilayah Kepulauan Seribu, pengaturan terkait Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) yang telah diintegrasikan ke dalam Raperda RTRW telah memuat kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan termasuk menjaga ketahanan pangan.
"Kebijakan yang bersifat holistik akan menjadi upaya dalam mewujudkan peningkatan sosial-ekonomi di wilayah Kepulauan Seribu. Kemudian, untuk mewujudkan kemudahan berusaha, eksekutif berkomitmen untuk mempercepat proses layanan investasi serta memudahkan kegiatan berusaha termasuk di wilayah Kepulauan Seribu," kata dia.
Tidak hanya itu, ia juga menanggapi tata kelola aset di wilayah Kepulauan Seribu. Menurut dia, jajaran Pemprov DKI Jakarta sedang berproses menyempurnakan tata kelola lahan dan penataan kawasan untuk mewujudkan aspek keadilan bagi masyarakat. Sejalan dengan itu, optimalisasi pemanfaatan atas aset milik Pemprov DKI Jakarta turut dilakukan bagi kepentingan warga.
Upaya percepatan pembangunan pariwisata di Kepulauan Seribu juga menjadi salah satu fokus pembahasan. Ia menyebut, arahan pembangunan di Kepulauan Seribu adalah mendorong peningkatan kegiatan pariwisata yang berbasis ekologi.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2022 tentang RDTR Wilayah Perencanaan Provinsi DKI Jakarta. Peraturan tersebut telah menjelaskan alokasi pemanfaatan ruang untuk kegiatan pariwisata yang telah ditetapkan sebagai Zona Pariwisata (Zona W) di wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu, dan diharapkan investasi untuk pariwisata dapat meningkat.
Terkait permasalahan ketentuan membangun di wilayah Kepulauan Seribu yang terkendala oleh intensitas pemanfaatan ruang yang terbatas, ia berpandangan, Peraturan Gubernur tentang RDTR Wilayah Perencanaan Provinsi DKI Jakarta menetapkan bahwa hak membangun yang tertuang dalam intensitas pemanfaatan ruang telah diberikan lebih dibandingkan dengan nilai sebelumnya.
"Pemberian nilai intensitas tersebut telah mempertimbangkan aspek geologis dan ekologis serta daya dukung dan daya tampung kawasan. Semoga penjelasan ini membantu memperlancar pembahasan, sehingga Dewan dapat mempertimbangkan dengan saksama raperda tersebut, sehingga disetujui menjadi peraturan daerah,” kata Heru.