REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah Pemerintah Provinsi (Pemprov) telah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2024. Namun, masih mendapat penolakan dari para buruh, karena mereka ingin upah minimum itu setidaknya naik 15 persen.
Menanggapi itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah, Sarman Simanjorang, mengatakan kenaikan UMP tahun depan sekitar 15 persen belum bisa di kalangan dunia usaha. "Kami pertanyakan dari mana rumus dan formulanya?" Ujar dia kepada Republika, Selasa (21/11/2023).
Ia menegaskan, formula penetapan UMP 2024 sudah tercantum di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023. Dalam aturan itu disebutkan, penetapan UMP dilihat dari inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.
"Pengusaha lihat, UMP 2024 mengacu pada inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Sangat moderat bagi serikat pekerja dan dunia usaha, sesuai kondisi saat ini," kata dia.
Kenaikan UMP yang diminta serikat pekerja, sambungnya, tidak mengacu ke PP Nomor 51 Tahun 2023. Melainkan berdasarkan hitungan sendiri, dilihat dari sisi kehidupan layak.
Sarman menjelaskan, masyarakat luas perlu memahami kalau upah minimum merupakan jaring pengamanan sosial. Jadi UMP merupakan standar bagi orang yang pertama kali kerja dengan nol pengalaman dan masih bujang.
"Mengapa pemerintah menetapkan? Agar tidak ada yang baru pertama kali kerja digaji di bawah standar," tutur dia.
Maka ia menambahkan, UMP bukan tolok ukur perusahaan. Itu karena dalam menggaji, perusahaan melihat kompetensi, jam kerja, serta kemampuan, sehingga kenaikan upahnya disesuaikan dengan individu masing-masing dan ditetapkan oleh perusahaan.