REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengapresiasi proses penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 yang dilakukan pemerintah. Itu karena penetapan melibatkan sejumlah pemangku kepentingan seperti pengusaha, serikat pekerja, akademisi, serta pemerintah daerah.
Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani menyampaikan, dunia usaha berharap penentuan upah minimum terhindar dari politik praktis. "Penetapan upah minimum hendaknya hanya dilandasi pada kepentingan pertumbuhan ekonomi dan kemajuan bangsa, sehingga harus dijauhkan dari kepentingan politik sesaat menjelang kontestasi Pemilu 2024," ujarnya dalam keterangan resmi yang dikirimkan pada Republika, Rabu (22/11/2023).
Ia juga berharap, penetapan UMP sesuai PP terbaru dapat menggairahkan kembali upaya penciptaan lapangan kerja. Shinta menyebutkan, Apindo memiliki beberapa catatan tentang pengupahan, yang menjadi faktor dalam mencapai pertumbuhan perekonomian nasional.
“Sesuai fungsi strategis upah minimum dalam stabilitas perekonomian nasional, faktor keputusan berinvestasi, reformasi struktural perekonomian jangka panjang dan bentuk peran negara dalam memberi perlindungan kepada pekerja. Maka kami di Apindo menilai, formula perhitungan UMP 2024 dengan mengacu pada PP Nomor 51 Tahun 2023 sudah baik,” tuturnya.
Ia menjelaskan, PP Nomor 51 Tahun 2023 mampu mendukung keberlanjutan usaha dengan tetap mempertimbangkan keadilan tenaga kerja. Diharapkan, pemerintah daerah menghormati dan mengikuti hasil penetapan UMP 2024 yang didasarkan pada PP tersebut.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam menyebutkan, Apindo memiliki beberapa catatan penting terkait proses penghitungan dan penetapan PP Nomor 51/2023. Di antaranya memberi kewenangan lebih luas bagi Dewan Pengupahan Daerah dalam memberikan masukan pembuatan kebijakan.
Lalu, dewan pengupahan pusat dan daerah perlu diperkuat, sesuai peran penting mereka dalam komunikasi, pengawasan dan pembinaan dalam implementasi PP Pengupahan. Berikutnya, penentuan indeks tertentu terhadap pertumbuhan ekonomi yang direkomendasikan Dewan Pengupahan harus mempertimbangkan situasi perekonomian serta kondisi ketenagakerjaan di daerah tersebut.
Selanjutnya, menjadi dasar ketentuan setiap daerah untuk mencegah kesenjangan upah minimum antardaerah. “Untuk kepentingan perekonomian nasional dan daerah, kenaikan upah tidak bisa dipukul rata untuk semua daerah. Hal ini diatur secara tegas dalam PP Nomor 51/2023 dengan mengacu pada formula baru, yang memperhitungkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, data BPS, dan kondisi riil tingkat konsumsi maupun pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah,” jelas Bob.
Dalam penentuan indeks tertentu terhadap Pertumbuhan Ekonomi (PE) yang direkomendasikan oleh Dewan Pengupahan, kata dia, harus mencerminkan keadaan perekonomian dan ketenagakerjaan di daerah tersebut. Dengan begitu, tidak menimbulkan gejolak terhadap hubungan industrial yang dikhawatirkan menganggu penyerapan tenaga kerja.
Ia menambahkan, kesejahteraan pekerja juga merupakan bagian dari perjuangan Apindo yang diupayakan melalu perluasan bidang usaha, pelatihan, peningkatan produktivitas, sosial dialog, termasuk terbentuknya Perjanjian Kerja Bersama (PKB) di berbagai perusahaan. Kemudian, dialog bipartit antara pekerja dan perusahaan pemberi kerja dan musyawarah untuk mufakat merupakan hal yang didorong oleh Apindo selain dialog sosial agar PP Nomor 51/2023 dapat dilaksanakan sebaik mungkin di perusahaan dan produktivitas disertai kenaikan upah merupakan hal yang esensial bagi perekonomian Indonesia.
Apindo berharap semua pihak menyikapi ini dengan kepala dingin sekaligus menghormati ketentuan ini. Dikarenakan, salah satu semangat dari PP Nomor 51/2023 merupakan memberikan kepastian hukum dalam berusaha dan berinvestasi di Tanah Air.