Rabu 06 Dec 2023 15:12 WIB

Ombudsman Ungkap Penyaluran Pupuk Subsidi Masih Rendah, Ini Kendalanya

Sejumlah hambatan dialami oleh petani dalam proses penebusan.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ahmad Fikri Noor
Ilustrasi distribusi pupuk bersubsidi.
Foto: Pupuk Indonesia
Ilustrasi distribusi pupuk bersubsidi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ombudsman mengungkapkan realisasi penyaluran pupuk bersubsidi masih cukup rendah. Sejumlah hambatan dialami oleh petani dalam proses penebusan. 

Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika mengungkapkan, berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, realisasi penyaluran pupuk subsidi per awal Oktober 2023 hanya 4,67 juta ton atau masih di bawah 60 persen dari kuota yang semestinya tersalurkan. 

Baca Juga

Lebih lanjut, terdapat 22 provinsi yang penyalurannya masih rendah. Salah satunya Banten yang berbatasan dengan Jakarta dengan realisasi penyaluran masih di bawah 35 persen. 

“Data ini menunjukkan rendahnya tingkat penyaluran, ini jadi salah satu indikasi masih ada masalah dalam mekanisme penebusan pupuk subsidi,” kata Yeka dalam Webinar Transformasi Kebijakan Pupuk Subsidi yang digelar Rabu (6/12/2023).

Sementara itu, data lain dari Kementan menunjukkan per 6 Oktober 2023, ada sekitar 4,3 juta petani atau 29,2 persen yang terdaftar sebagai penerima belum bisa bahkan tidak bisa menebus pupuk bersubsidi. Yeka mengatakan, terdapat 15 provinsi dengan persentase 40 persen ke atas yang petaninya belum atau tidak bisa menebus pupuk. 

Berdasarkan hasil uji petik yang dilakukan Ombudsman, Yeka mengungkapkan, alasan terbanyak petani terkendala menebus pupuk subsidi karena banyak daerah yang menerapkan mekanisme tunggal dalam penebusan pupuk subsidi. Di mana, kios hanya dapat melayani petani yang memiliki Kartu Tani sesuai aturan dari pemerintah. 

“Mekanisme tunggal dan infrastruktur Kartu Tani yang belum memadai membuat banyak petani tertolak. Kita tidak usah bicara petani yang punya kartu, masih banyak petani yang tidak punya Kartu Tani,” ujarnya. 

Sementara itu, petani yang sudah memiliki Kartu Tani pun kerap kali dihadapkan pada banyak masalah. Semisal seperti gangguan error pada sistem atau mesin EDC yang rusak sehingga kios tidak bisa melayani. 

“Bahkan ada yang sampai mesin EDC rusak dua bulan, tidak direspons oleh Himbara (bank) akhirnya dua bulan tidak ada penebusan dan itu jelas merugikan petani,” ujarnya. 

 

Selain itu, kendala lainnya yang dihadapi adalah kewajiban petani untuk datang langsung dan tidak boleh diwakilkan oleh kelompok petani. Alhasil, petani yang berlokasi jauh dari kios memilih untuk tidak menebus demi menghemat ongkos transportasi.

Merespons itu, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, resmi membolehkan seluruh petani penerima pupuk bersubsidi untuk menebus pupuk dengan cukup menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) di mana sebelumnya di sebagian daerah harus menggunakan Kartu Tani. 

Kebijakan tersebut dilakukan dengan merevisi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian.

“Banyak keluhan soal pupuk bersubsidi, sementara kita tengah memasuki musim tanam, kami gerak cepat rubah Permentan, saya pastikan sekarang petani bisa tebus pupuk hanya dengan KTP,” kata Amran dalam pernyataan resminya, Kamis (6/12/2023). 

Amran mengatakan revisi peraturan ini menitikberatkan pada kemudahan petani mengakses pupuk bersubsidi dengan KTP. Dengan begitu, kartu tani tidak menjadi satu satunya metoda penebusan pupuk bersubsidi, dan petani diberikan kemudahan menebus pupuk bersubsidi dengan berbagai cara.

“Kalau petani berteriak tidak ada pupuk, tiga bulan kemudian kami pastikan produksi turun, jadi ini harus serius dibenahi, jika masih ada yang tidak meladeni petani soal pupuk, saya minta keluhan langsung disampaikan ke pusat, ke Kementan dan Pupuk Indonesia,” ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement