Kamis 07 Dec 2023 12:09 WIB

Israel Klaim tak Ada Bukti Trader Saham Ambil Untung Karena Tahu Serangan 7 Oktober

Laporan dari profesor di AS menyebut ada pihak yang tahu rencana serangan 7 Oktober.

Rep: Novita Intan/ Red: Lida Puspaningtyas
Warga Palestina di hari ketiga gencatan senjata mengunjungi rumah mereka yang hancur akibat pemboman Israel di Jalur Gaza di desa Khuza
Foto: AP Photo/Adel Hana
Warga Palestina di hari ketiga gencatan senjata mengunjungi rumah mereka yang hancur akibat pemboman Israel di Jalur Gaza di desa Khuza

REPUBLIKA.CO.ID, TELAVIV -- Otoritas Sekuritas Israel (ISA) menyatakan tidak ada bukti bahwa beberapa investor mengambil keuntungan dari pengetahuan mengenai rencana serangan Hamas terhadap Israel sebelum serangan tersebut terjadi pada 7 Oktober.

Seperti dilansir dari laman BBC, Kamis (7/12/2023) sebuah studi akademis menunjukkan bahwa trader saham menghasilkan banyak uang karena disinyalir mengetahui sebelumnya terkait rencana serangan 7 Oktober. Dikatakan bahwa pihaknya menemukan short-selling yang signifikan menjelang serangan tersebut.

Baca Juga

Namun laporan tersebut kemudian disebut tidak akurat dan tidak bertanggung jawab oleh Bursa Efek Tel Aviv (TASE). ISA mengatakan pihaknya menghentikan penyelidikan atas masalah ini.

Short-selling adalah ketika investor mencoba menghasilkan uang dari saham, obligasi, atau instrumen keuangan lainnya yang menurut mereka akan turun harganya. Mereka mengatur untuk menjual saham yang belum mereka miliki pada harga saat ini, dengan harapan dapat membelinya nanti dengan harga lebih murah sebelum saham tersebut berpindah tangan, sehingga mereka dapat menyimpan selisihnya.

“Beberapa hari sebelum serangan, para trader tampaknya mengantisipasi kejadian yang akan datang,” kata peneliti Robert Jackson Jr dari Universitas New York dan Joshua Mitts dari Universitas Columbia pada hari Selasa.

Para peneliti mengatakan mereka telah mengidentifikasi peningkatan dramatis dalam jumlah investor yang ingin menjual saham perusahaan Israel di Bursa Efek Tel Aviv.

Namun bursa saham mengatakan klaim yang dibuat dalam makalah akademis tersebut tidak akurat, dan menyebut mereka tidak bertanggung jawab.

TASE mengatakan penulis laporan tersebut telah salah menghitung jumlahnya, sehingga menunjukkan nilai harga saham dalam agorot, mirip dengan sen, bukan shekel Israel.

"Oleh karena itu mereka menghitung keuntungan sebesar NIS 3,2 miliar (680 juta euro) padahal dalam praktiknya keuntungannya hanya NIS 32 juta (6,8 juta euro)," kata kepala perdagangan TASE Yaniv Pagot.

Dia juga mengatakan klaim lonjakan perdagangan yang tiba-tiba sebelum serangan itu tidak sesuai dengan kenyataan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement