REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Kasus bullying dan kekerasan anak di sekolah dasar (SD) swasta Kota Sukabumi memasuki babak baru. Hal ini ditandai dengan pengacara korban anak L (9 tahun) yang melaporkan kepala sekolah, tenaga pengajar, hingga orang tua diduga pelaku ke Polres Sukabumi Kota.
Seperti diketahui anak SD berinisial L mengalami dugaan perundungan di SD swasta di Kota Sukabumi pada 7 Februari 2023 dan dilaporkan ke polisi pada 16 Oktober 2023 lalu.
''Kami sudah bertemu dengan wakapolres dengan KBO Reskrim terkait dengan perkara yang sudah dilaporkan pada 16 Oktober terkait adanya kekerasan yang dialami oleh anak korban L," ujar pengacara keluarga korban, Mellisa Anggraini, kepada wartawan di Mapolres Sukabumi Kota, Senin (11/12/2023).
Pada momen tersebut disampaikan, kasus ini dalam tahap penyidikan atau masuk ke tahap pemeriksaan lebih lanjut. ''Kami juga membuat satu laporan baru, karena dari keterangan anak korban juga beberapa hal yang kami tahu belakangan, ternyata terkait anak korban mengalami kekerasan fisik dan psikis di sekolah,'' kata Mellisa.
Menurutnya, anak korban mengalami kekerasan fisik dan psikis bukan hanya dari perundungnya yaitu pelaku anak. Namun, juga diduga atau disinyalir ada pelaku dewasa yang melakukan kekerasan fisik dan psikis terhadap anak korban, yaitu orang tua pelaku yang kemarin juga sudah dilaporkan.
Selain itu, kata Mellisa, ada kepala sekolah yang diduga juga melakukan, menempatkan, membiarkan, sehingga terjadinya peristiwa ini. Dalam artian, turut melakukan perbuatan kekerasan terhadap anak termasuk jajaran guru-guru yang ada di sana.
''Kami segera sampaikan kepada kepolisian terkait dengan apa-apa saja bukti awalan yang dimiliki baik keterangan-keterangan dari korban terkait apa yang dialami selama ini,'' ujar Mellisa.
Di mana kejadian itu berlangsung hampir satu tahun sejak anak korban bersekolah di SD kelas 3 sampai kelas 4 SD. Dalam rentang waktu sepanjang itu, Mellisa melanjutkan, korban mengalami perundungan dan diduga ada keterlibatan pihak sekolah dan pihak luar orang tua pelaku ikut terlibat. Sehingga peristiwa perundungan itu dengan leluasa terjadi terus-menerus.
"Kami melaporkan kepala sekolah beserta beberapa jajaran guru di sana dan melaporkan orang tua anak pelaku yang mungkin tidak bisa sebutkan di sini,'' kata Mellisa.
Dia mengatakan, para pihak yang dipolisikan mulai dari orang tua pelaku satu orang, dari kepala sekolah dan ada mungkin sekitar lima dari guru-guru dan dari komite sekolah. Awal kejadiannya, kata Mellisa, anak korban menyampaikan tertekan secara psikis.
Dimulai pada Februari 2023, sempat mengalami cedera patah tangan. Yang ternyata, itu bukan cedera, tapi dicederai oleh teman yang berada di sekolah.
Mellisa menuturkan, momen itu terjadi pada saat sekolah yang mana menjadu tanggung jawab para guru dan sekolah. Namun, bukannya menyampaikan apa adanya yang terjadi pada anak korban, tapi sekolah menutup-nutupi apa yang sebenarnya dialami oleh anak korban.
Dari hasil penelusuran, sambung Mellisa, kejadian pada 7 Februari ketika anak korban itu tangannya patah bukan perundungan pertama yang dialaminya. Akan tetapi, sudah dialami sejak Agustus 2022, tepatnya sejak korban masih duduk di kelas 3 SD dan itu terus terjadi.
''Anak korban terus menerus mengalami intimidasi untuk, tidak menceritakan kepada siapapun termasuk kepada orang tuanya,'' ujar Mellisa.
Dan puncak kejadian, kata dia, pada 7 Februari ketika tangan anak korban patah dan tidak langsung segera dibawa ke rumah sakit. Namun, dibawa ke UKS dan dijejali dengan kronologis yang direkayasa.
Setelah kejadian itu, kata Mellisa, orang tua anak korban masih belum mengetahui bahwa anaknya cedera bukan dicederai dan kemudian anak sekolah balik lagi sekolah dan kembali diintimidasi. Hal itu diketahui terus menerus terjadi. Sampai akhirnya, pada September diketahui oleh orang tua ternyata anaknya mengalami perundungan yang luar biasa.
Menurut dia, pada September 2023 begitu diketahui oleh orang tua adanya perundungan sampai mengalami patah lengan itu akibat didorong, ditindih oleh pelaku anak, namun belum diketahui lebih jauhnya. Sehingga, sempat ada diupayakan mediasi dan anak korban menyampaikan sesuatu yang memang masih sesuai dengan narasi yang diciptakan.
Selanjutnya, kata Mellisa, pada akhir September menuju Oktober 2023 orang tua mengetahui secara menyeluruh apa yang dialami oleh anaknya. "Misalnya, ketika bersekolah kerap didatangi oleh orang tua pelaku anak dibawa ke toilet dipukul dan lain sebagainya," ujarnya.
Hal inilah, Mellisa melanjutkan, yang mendasari keluarga korban meminta Polres Sukabumi Kota mendalami seluruh saksi, CCTV, bukti, dan lain sebagainya. ''Jadi, yang kami laporkan terkait dewasa ini menurut Pasal 76 C undang undang perlindungan anak,'' katanya.
Dalam ketentuan itu disebutkan siapapun yang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, turut melakukan kekerasan terhadap anak ada pidananya kami melihat kejadian 7 Februari. "Terkait dengan patah tangan itu karena ada pihak-pihak sekolah yang membiarkan ini terus terjadi,'' ujarnya.