REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Bidang Hukum (Bidkum) Polda Metro Jaya meminta hakim tunggal untuk menolak seluruh permohonan prapradilan yang diajukan tim pengacara Ketua Non Aktif KPK Firli Bahuri sebagai tersangka atas kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL)
"Bahwa penetapan saudara Firli Bahuri atau pemohon sebagai tersangka sudah didasarkan pada bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup, dan menyatakan permohonan praperadilan dinyatakan tidak dapat diterima dalam pokok perkara," kata Kepala Bidang Hukum Polda Metro Jaya Kombes Pol Putu Putera Sadana bersama tim dalam sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan, Selasa (12/12/2023).
Putu menjelaskan, Firli Bahuri telah dinyatakan sah sebagai tersangka setidaknya terdapat sejumlah bukti yang diperoleh dari penyidik.
"Keterangan saksi yang berjumlah 91 orang, keterangan ahli berjumlah 7 orang, surat berupa dokumen yang telah dilakukan penyitaan, berupa sejumlah alat bukti elektronik, " ucap Putu.
Dengan sejumlah bukti tersebut maka tim Bidkum Polda Metro Jaya berpendapat Firli Bahuri selaku Ketua KPK RI sebagai tersangka haruslah dikatakan sah.
Sebelumnya Kuasa hukum Firli Bahuri menyebut banyak pelanggaran dalam proses menetapkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non aktif tersebut sebagai tersangka kasus pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Dalam sidang praperadilan perdana yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (11/12), Ian Iskandar selaku salah satu kuasa hukum Firli Bahuri mengatakan, pelanggaran pertama adalah surat perintah penyidikan yang terbit bersamaan dengan laporan Polisi Model A yakni pada 9 Oktober 2023.
"Bahwa suatu laporan polisi dan surat perintah penyidikan dibuat pada tanggal yang sama, menunjukkan bukti nyata telah terjadi pelanggaran Pasal 1 angka 2 KUHAP jo Pasal 1 angka 5 KUHP karena proses penyidikan dilakukan tanpa penyelidikan dulu," kata Ian.
Ia menuturkan, laporan polisi tersebut seharusnya ditindaklanjuti dengan diterbitkannya surat perintah penyelidikan. Kemudian, barang bukti dan bahan keterangan yang telah terkumpul dibahas pada kegiatan ekspose dan/atau gelar perkara. Hasil ekspose dan/atau gelar perkara itulah yang kemudian dapat menjadi acuan apakah status kasus tersebut dapat naik ke tahap penyidikan.
"Dengan demikian, terbukti menurut hukum dan tidak terbantahkan bahwa proses penyidikan perkara a quo adalah tidak sah," ujar Ian.
Maka, menurutnya, keseluruhan tindakan yang dilakukan Polda Metro Jaya kepada Firli Bahuri tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, termasuk menetapkan Firli sebagai tersangka.