REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) PCM Ngaglik Sleman, DIY menggelar serangkaian kegiatan untuk menangani permasalahan sampah di lingkungan. Rangkaian kegiatan dimulai dengan Lokalatif Sedekah Sampah (19/11/2023), Tabligh Akbar Gerakan Shodaqoh Sampah (25/11/2023) dilanjutkan dengan Workshop sehari tentang Me-massive-kan Gerakan Shodaqoh Sampah (10/12/2023).
Workshop ini dihadiri oleh perwakilan dari PCM, PCPM, ‘Aisyiyah, NA, PRM dan AMM se-Kecamatan Ngaglik yang diselenggarakan setelah Pengajian Rutin Ahad di Masjid Ahmad Dahlan.
Dalam sambutan iftitahnya, Maman Sulaeman (Sekretaris PCM Ngaglik) menegaskan, Persyarikatan Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi agama tertua di Indonesia yang memiliki semangat amar ma’ruf nahi munkar harus berkontribusi dalam mengatasi permasalahan sampah, dimulai pada lingkup rumah tangga warga persyarikatan hingga di berbagai Amal Usaha yang dikelolanya.
"Selaku pimpinan PCM, saya menyambut baik dan memberikan apresiasi yang tak terhingga atas inisiasi dari AMM PCM Ngaglik ini,"ujar dia lewat keterangan tertulis kepada Republika.
Dalam workshop ini, AMM mendatangkan Ir. Hidayat Tri Sutardjo, MM dari Majelis Lingkungan Hidup (MLH) PP Muhammadiyah. Hidayat mamaparkan pelestarian lingkungan bukan semata-mata tuntutan ekonomis, politis, atau desakan program pembangunan, tetapi harus dipahami sebagai perintah agama yang wajib dilaksanakan.
Lebih lanjut, Hidayat menegaskan bahwa teologi lingkungan bermakna suatu konsep berpikir dan bertindak manusia terhadap lingkungan hidupnya dengan mengintegrasikan aspek fisik (adanya keterlibatan antara manusia dan alam dalam pengertian eksplorasi dan pemanfaatannya) dan aspek non fisik (kesadaran manusia tentang alam itu adalah perwujudan Tuhan dalam pengertian ayat-ayat Allah yang menunjukkan bukti-bukti kekuasaan Allah). "Harus diimplementasikan di muka bumi ini secara saksama, terencana, sistematis dan berkelanjutan”, tegas Founder Yayasan Sehati Asnaf Indonesia.
Gerakan Shadaqoh Sampah (GSS) yang sudah dilaunching MLH pada tahun 2011 ini harus menjadi salah solusi terhadap penanganan sampah yang harus dimulai dari sumber sampah yakni rumah tangga. Beberapa fakta yang harus diperhatikan jika tidak mengimplementasikan GSS, yakni sisa makanan berakhir di tempat pembuangan akhir sampah (TPA) akan menghasilkan gas metana, zat berbahaya jika menumpuk tak diolah.
Selanjutnya, tidak sedikit TPA yang kebakaran karena konsentrasi gas metana. Salah satunya yang menghebohkan adalah kebakaran dan longsor hebat di TPA Leuwigajah, Jawa Barat pada 21 Februari 2005 yang disebut sebagai tsunami sampah.
Di sisi lain, ada 73% sampah plastik di pantai adalah plastik kresek, botol, dan lainnya. Sementara itu, sekitar satu juta botol plastik dibeli di seluruh dunia tiap menit. Fenomena lainnya, yakni dua juta kantong plastik digunakan tiap menit, membunuh lebih dari 1 juta burung laut dan hewan tiap tahun, dan rata-rata orang makan 70 ribu mikroplastik tiap tahunnya. Penggunaan styrofoam juga sangat berbahaya, jika panas dan berlemak, zat styrene bisa pindah ke makanan.
Oleh karena itu, Hidayat Tri berpesan agar hasil yang diharapkan dari GSS adalah membangun kesadaran dan kepedulian. Melalui GSS, warga persyarikatan Muhammadiyah se Kecamatan Ngaglik makin sadar dan peduli pentingnya pengelolaan sampah, serta mampu berkontribusi dalam pengurangan risiko bencana banjir, pencemaran, kerusakan lingkungan.
Dia menjelaskan, persoalan sampah sebenarnya berawal dari perilaku. Islam mengajarkan untuk tidak melakukan perbuatan buruk. Jika sampah di jadikan atau diidentikan dengan keburukan, maka setiap orang Islam akan berfikir dan bertindak bagaimana kita tidak menghasilkan sampah (sesuatu keburukan) yang dilarang agama. Dalam praktiknya dapat diartikan sebagai mengurangi sampah dari sumbernya. Namun, jika sampah dianggap sebagai bahan sisa dan atau sumber daya, maka silahkan memanfaatkannya untuk berbagai keperluan sehingga semuanya termanfaatkan.