REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama RI telah menyusun mushaf Alquran berbahasa Isyarat untuk mereka yang memiliki keterbatasan tuna rungu dan tuna wicara. Untuk itu, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) bekerja sama dengan Institut Ilmu Alquran (IIQ), mengadakan Training of Trainers (ToT) atau pelatihan khusus kepada para calon pengajar.
Rektor IIQ Dr Hj Nadjematul Faizah menyampaikan rasa terima kasihnya atas kesempatan ini, terlibat dalam memberikan kebermanfaatan pengajaran Alquran kepada kaum difabel. Menurut Faizah, semua manusia memiliki kedudukan yang sama di hadapan Allah SWT, tidak terkecuali kaum difabel. Yang membedakan kedudukan manusia satu dengan yang lain, kata dia, hanyalah tingkat ketakwaan mereka kepada Allah SWT.
“Jadi acara ini tentu sangat bermanfaat, difabel juga memiliki kesempatan yang sama (dengan kita), Alhamdulillah dengan adanya teknologi ataupun ilmu baru ini, ini kesempatan untuk memberikan pelajaran Alquran kepada saudara-saudara kita yang tuna rungu,” ujar Faizah di Pondok Pesantren Takhassus IIQ Jakarta, di Pamulang, Tangerang Selatan, Rabu (20/12/2023).
Pelatihan guru dan tenaga pendidik bagi penyandang disabilitas sensorik rungu wicara, rencananya akan digelar selama dua hari. Yang sebenarnya menurut Faizah sangat kurang, karena di IIQ sendiri, kata dia, pengajaran ini membutuhkan 16 kali pertemuan.
IIQ memiliki mata kuliah khusus Metode Pembelajaran Alquran kaum disabilitas, baik pembelajaran Quran Braille untuk tuna netra dan juga Quran Isyarat untuk tuna rungu dan wicara.
“Kalau kami di kampus memang sudah menyiapkan, kalau alumni kami lulusannya mampu melakukan itu. Jadi sebetulnya kita sudah mendahului dari kegiatan Baznas, alhamdulillah Baznas mendukung ini. Jadi nanti kan ToT dilatih di sini, nanti akan kembali ke tempat di mana mereka dikirim, ada yang di sekolah SLB, ada yang di komunitas-komunitas,” kata Faizah.
Pimpinan Baznas RI Bidang Koordinasi Nasional, KH Achmad Sudrajat berharap program ini dapat memberikan manfaat kepada para difabel tuna rungu dan tuna wicara. Karena kaum difabel pun, kata Kiai Ajat, memiliki hak yang sama dalam mempelajari Alquran untuk menyempurnakan ibadah mereka, terutama shalat.
“Mereka bukan orang-orang biasa, mereka para difabel yang juga harus kita dorong untuk mereka mendapatkan penguatan keagamaannya, di antaranya kemampuan membaca Alquran, karena ini sangat berpengaruh kepada kesempurnaan sholat, ibadahnya, dan ibadah-ibadah yang lain,” ujar kiai Ajat.
Pelatihan ini mungkin menjadi yang pertama kalinya, akan tetapi, Kiai Ajat berharap akan ada kelanjutan dari ToT ini sebagaimana yang disampaikan oleh Rektor IIQ Faizah. Tujuannya, agar tenaga pendidik dan pengajar yang dibekali ilmu Alquran berbahasa isyarat ini bisa menyebar di seluruh daerah di Indonesia.
“ToT ini kita harapkan hari ini menjadi contoh dulu, dan kita berharap nanti kita kembangkan di 34 Provinsi. Itulah tugas kita dan ketika ini sudah kita lakukan, maka keguguran itu sudah kita dapatkan, kalau itu belum kita lakukan, maka kita semua berdosa,” jelasnya.
“Karena ini langkah pertama, mungkin nanti ada ToT Nasional, kita kembalikan kepada daerah-daerah, agar mereka mengajar, mendampingi, dan menjadi bagian membawa kemuliaan Alquran,” ujar Kiai Ajat.