Jumat 22 Dec 2023 17:23 WIB

Remaja Gampang Kabur Ketika ’Ribut’ dengan Orang Tua, Apa Penyebabnya?

Kabur dari rumah dianggap solusi bagi remaja ketika berkonflik dengan orang tua.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Qommarria Rostanti
Keluarga (ilustrasi). Remaja sering kali memilih kabur dari rumah ketika berkonflik dengan orang tua.
Foto: www.freepik.com
Keluarga (ilustrasi). Remaja sering kali memilih kabur dari rumah ketika berkonflik dengan orang tua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konflik antara orang tua dan anak merupakan sesuatu yang sulit dihindari. Terlebih, pada anak yang sudah menginjak usia remaja. Akan tetapi, menjadi mimpi buruk bagi setiap orang tua jika anak memutuskan pergi dari rumah saat terjadi konflik.

Pasalnya, di luar rumah, ada banyak bahaya mengintai anak, baik secara fisik maupun psikis. Belum lagi, ancaman predator seksual, seperti yang kasusnya baru-baru ini terungkap dan membuat orang tua semakin waswas terhadap keselamatan anak.

Baca Juga

Dikutip dari laman Empowering Parents, Jumat (22/12/2023), pakar pengasuhan James Lehman pernah mengulas penjelasan di balik perilaku anak yang memilih pergi dari rumah jika ada konflik dengan orang tua. Sepanjang kariernya selama dia masih hidup, Lehman kerap menangani remaja yang pergi dari rumah.

Penyandang gelar magister pekerjaan sosial itu mengatakan ada beberapa penyebab di balik anak yang kabur dari rumah saat berkonflik dari orang tua. Itu bisa karena stres yang tak tertahankan, takut akan konsekuensi atas perbuatannya, atau cara menyatakan kekuasaan.

"Menurut saya, alasan utama anak-anak kabur dari rumah adalah karena mereka tidak memiliki kemampuan memecahkan masalah yang baik. Melarikan diri adalah solusi bagi mereka, produk pemikiran hitam-putih. Anak-anak lari karena tidak ingin menghadapi sesuatu, termasuk emosi yang tidak ingin mereka atasi," kata Lehman dalam paparannya.

Remaja yang melarikan diri disebutnya sudah kehabisan keterampilan memecahkan masalah. Keputusan meninggalkan rumah bersama segala hal yang membebani mereka, dianggap dapat menyelesaikan atau meniadakan masalah. Namun, ada beberapa jenis perilaku yang berbeda.

Ketika anak melarikan diri setelah sesuatu terjadi, hal ini dapat dianggap sebagai perilaku kabur episodik. Polanya tidak konsisten dan anak tidak selalu menggunakannya sebagai strategi pemecahan masalah atau untuk mendapatkan kekuasaan. Sebaliknya, anak mungkin berusaha menghindari konsekuensi, penghinaan, atau rasa malu.  

Ada juga pelarian kronis, di mana anak selalu melarikan diri untuk mendapatkan kekuasaan. Ini bisa menjadi bentuk lain dari manipulasi, bahkan mungkin anak kerap mengancam orang tuanya dengan mengatakan akan kabur dari rumah jika memaksa melakukan sesuatu.

Apa yang harus dilakukan orang tua untuk mencegah perilaku demikian? Lehman menyarankan orang tua bicara dari hati ke hati dengan anak, serta memberikan pengertian bahwa kabur dari rumah tidak akan membantunya menyelesaikan masalah.

Hal terpenting yang dapat dilakukan orang tua adalah mengajari anak keterampilan memecahkan masalah sejak dini. Ajak anak memandang masalah dari berbagai sudut pandang berbeda dan memikirkan banyak opsi untuk mengatasi masalah yang dia hadapi.

Berikan penghargaan kepada anak ketika mereka mampu memecahlan masalah. Orang tua pun perlu menumbuhkan cinta tanpa syarat dalam mengasuh anak, yang artinya orang tua sudah sepatutnya tetap mencintai anak seperti apa pun kondisi maupun prestasinya. 

"Ada baiknya juga bagi orang tua untuk mengatakan, 'Tidak apa-apa jika membuat kesalahan di sini'. Jelaskan kepada anak Anda bahwa 'cara kita menangani kesalahan di rumah adalah dengan menghadapinya dan mengatasinya'," kata Lehman.

Semua orang tua disebutnya harus memiliki sistem masing-masing untuk mengecek kondisi anak, baik fisik maupun mental. Selalu sempatkan mengobrol dengan anak tentang harinya di sekolah, hubungan dengan teman-temannya, dan berbincang tentang banyak hal. 

Dengan begitu, anak sadar bahwa orang tua memiliki minat besar terhadap diri mereka dan tertarik dengan apa yang terjadi dalam hidupnya. Menurut Lehman, komunikasi dengan anak adalah keterampilan yang dapat terus dikembangkan oleh orang tua.

Meski lelah setelah bekerja sepanjang hari, selalu sempatkan berkomunikasi dengan anak. Bahkan jika anak yang beranjak remaja menjadi sukar dilibatkan dalam perbincangan, orang tua tidak boleh menyerah untuk menjangkau anak dengan berbagai cara. 

Lantas, apa yang harus dilakukan jika terjadi pertengkaran dan anak mengancam meninggalkan rumah? Lehman menyarankan untuk menenangkan anak. Bukan ide yang baik untuk menyuruh anak langsung ke kamar tidurnya. Alih-alih demikian, coba tanyakan apa yang sebenarnya membuat dia ingin pergi.

Gunakan bahasa persuasif selama perbincangan itu, dan orang tua juga harus mengendalikan emosi dengan tidak membentak atau menghardik. Menurut Lehman, bicara dengan kepala dingin dan berdiskusi dengan penuh kasih sayang bisa mencegah anak pergi dari rumah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement