REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabar gembira, Indonesia naik satu peringkat pada The Global Islamic Economy Indicator dalam State of the State of Global Islamic Economy (SGIE) Report 2023 yang diluncurkan DinarStandart di Dubai, Uni Emirat Arab, Selasa (26/12/2023). Indonesia menduduki peringkat ketiga setelah Malaysia dan Arab Saudi.
"Indonesia naik ke posisi ketiga secara keseluruhan peringkat GIEI dan mempertahankan posisi kedua dalam industri makanan halal dan mempertahankan posisi ketiga pada indikator fesyen dan mode," kata Senior Partner of DinarStandard Sayd Farook dalam diskusi daring yang diikuti, Selasa (26/12/2023).
Dalam laporan SGIE, Indonesia naik secara signifikan dalam indikator media dan rekreasi halal menjadi peringkat keenam. Sebelumnya, Indonesia tidak masuk dalam 10 besar pada kategori ini.
Indonesia turun satu peringkat dari posisi keenam menjadi ketujuh dari sisi keuangan syariah. Untuk makanan halalnya, Indonesia masih mempertahankan peringkat ke-2, hanya kalah dari Malaysia.
Dari sisi fesyen halal, Indonesia menempati urutan ke-3, masih kalah dari Turki dan Malaysia. Dari sisi industri obat-obatan dan kosmetik halal, Indonesia naik tiga peringkat menjadi rangking 5.
"Indonesia memiliki pasar muslim besar karena mayoritas penduduknya beragama Islam. Namun bukan hanya kehalalan produk yang terpenting, tapi juga kualitas produknya harus juga diperhatikan," ujar Sayd.
CEO dan Managing Director DinarStandard Rafiuddin Shikoh mengungkapkan dalam laporan terbaru SGIE, tercatat penduduk muslim di dunia menghabiskan 2,29 triliun dolar AS atau setara dengan Rp 35 ribu triliun di 2022 untuk belanja produk halal. Konsumsi tersebut digunakan untuk makanan, farmasi, kosmetik, fesyen muslim, wisata, dan media.
Adapun aset keuangan syariah yang diperkirakan akan tumbuh menjadi 5,96 triliun dolar AS atau setara Rp 91 ribu triliun di 2026.
Bagaimana dengan investasi ke sektor ekonomi syariah global?