REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Survei terbaru yang dilakukan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menemukan bahwa pasangan capres-cawapres Ganjar Pranowo-Mahfud MD elektabilitasnya paling rendah dibanding dua kompetitornya. Penyebabnya adalah pasangan Ganjar-Mahfud belum bisa mengoptimalkan raihan suara di basis pemilih PDIP.
Survei yang dilakukan persis sehari setelah gelaran debat capres perdana pada 12 Desember 2023 itu menemukan bahwa pasangan Prabowo-Gibran masih bertahan di posisi pertama dengan elektabilitas 43,7 persen. Lalu disusul oleh pasangan Anies-Imin dengan elektabilitas 26,1 persen dan Ganjar-Mahfud dengan tingkat keterpilihan 19,4 persen.
Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Arya Fernandes menjelaskan, elektabilitas Ganjar-Mahfud yang sempat menjadi yang beberapa bulan lalu teratas kini anjlok karena pasangan tersebut belum bisa mendulang suara secara optimal di daerah-daerah basis pemilih PDIP. Padahal, PDIP adalah partai utama pengusung pasangan capres-cawapres nomor urut 3 itu.
"Kalau kita lihat di basis-basis utama PDIP yang harusnya angka keterpilihan pasangan nomor urut 3 itu besar atau optimal, itu tidak terjadi. Misalnya di Jawa Tengah yang jadi kandang banteng, itu Pak Ganjar belum bisa mengoptimalkan suaranya," kata Arya saat memaparkan hasil survei lembaganya di Jakarta, Rabu (27/12/2023).
Di Jawa Tengah dan Yogyakarta, kata Arya, elektabilitas Ganjar-Mahfud hanya 43,5 persen. Sebagai catatan, Ganjar adalah mantan Gubernur Jawa Tengah. Provinsi tersebut juga dijuluki 'kandang banteng' karena PDIP hampir selalu memenangi pemilu di sana.
Selain itu, lanjut Arya, pasangan Ganjar-Mahfud juga belum berhasil mengoptimalkan raihan suara di wilayah Bali dan Nusa Tenggara. Di dua wilayah tersebut, elektabilitas Ganjar-Mahfud hanya 30 persen. Provinsi Bali diketahui juga merupakan basis pemilih PDIP.
Hal serupa, kata dia, terjadi di kawasan timur Indonesia, tepatnya di Maluku dan Papua. Dia dua wilayah itu, Ganjar-Mahfud hanya memperoleh elektabilitas 10 persen. "Ini menunjukkan bahwa di basis utama partai pengusung Pak Ganjar, itu dukungan pemilihnya tidak optimal," ucap Arya.
Data tersebut sejalan dengan arah dukungan pemilih PDIP yang terpotret lewat survei CSIS ini. Partai berlogo banteng moncong putih itu elektabilitasnya 16,4 persen untuk Pemilihan Legislatif (Pileg) DPR 2024. Namun, dari jumlah tersebut, hanya 64,8 persen yang mendukung Ganjar-Mahfud. Sebanyak 25,4 persen atau seperempat dari pemilih PDIP ternyata memilih pasangan Prabowo-Gibran.
Arya mengatakan, saat pasangan Ganjar-Mahfud belum berhasil meraih suara di basis PDIP, pasangan Prabowo-Gibran justru bisa mengamankan suara di basis mereka. Pasangan nomor urut 2 itu mendapatkan elektabilitas tertinggi di daerah-daerah yang pada dua pemilu sebelumnya merupakan basis pemilih Prabowo seperti Jawa Barat dengan raihan 50,9 persen.
Prabowo-Gibran, kata Arya, juga berhasil unggul di Jawa Timur dengan perolehan elektabilitas 52 persen. Bahkan, duet politisi senior dan junior itu berhasil 'mencuri' suara di daerah-daerah basis pemilih PDIP seperti Jawa Tengah dan Yogyakarta (elektabilitas 36,5 persen), Bali dan Nusa Tenggara (45,7 persen), serta Maluku dan Papua (57,5 persen).
Sementara itu, kata Arya, pasangan Anies-Muhaimin berhasil mengambil suara di sejumlah daerah basis Prabowo-Gibran. Elektabilitas Anies-Imin bersaing ketat dengan Prabowo-Gibran di Sumatera, Jakarta, dan Banten.