REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Nurlia Dian Paramita, mengatakan kecerobohan Panitia Pemilihan Luar Negeri Taiwan (Taipei) yang lebih dulu mendistribusikan surat suara via pos ke pemilih sebelum jadwal yang ditetapkan mengindikasikan arogansi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan jajarannya dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.
Mita merasa tidak mungkin surat suara tersebut dikirim tanpa adanya koordinasi dengan KPU. Apalagi melalui layanan pos yang patut diduga basis pengirimannya juga berdasarkan anggaran kelembagaan yang ada.
“Kecerobohan yang membuat gaduh publik ini mencerminkan buruknya managemen dan tata kelola pemilu 2024,” kata Mita kepada Republika.co.id, Kamis (28/12/2023).
Mita menambahkan begitu ketahuan keliru, alasan yang digunakan KPU juga cenderung meremehkan surat suara dengan menganggap 31.276 surat suara tersebut rusak. Menurut Mita, kalau memang surat suara sebanyak itu sudah rusak dan hal tersebut dikonfirmasi oleh KPU sendiri, sudah seharusnya perusahaan pencetak suara tersebut diberikan sanksi pidana.
Karena berdasarkan ketentuan Pasal 530 UU 7/17 yang mengatur bahwa Setiap perusahaan pencetak surat suara yang tidak menjaga kerahasiaan, keamanan, dan keutuhan surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 345 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Melihat persoalan pasca kelalaian PPLN Taiwan ini, Mita melihat wajar jika publik menganggap tindakan tersebut diduga sengaja dilakukan karena menganggap minimnya pengawasan partisipatif yang dilakukan masyarakat di Luar Negeri.
Mita meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus dengan tegas menindak pelanggaran yang dilakukan oleh KPU dan jajarannya. ”Berdasarkan temuan Bawaslu tersebut, tidak salah bila melaporkan ke DKPP atas tindakan yang tidak profesional yang dilakukan oleh jajaran KPU dalam perkara tersebut,” kata Mita menambahkan.