REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mata uang Rupiah di awal perdagangan Jumat pagi dibuka merosot dipengaruhi oleh peningkatan imbal hasil atau yield obligasi Pemerintah Amerika Serikat (AS).
"Yield US Treasury (UST) 10 tahun naik sebesar delapan basis poin menjadi empat persen karena data pasar tenaga kerja yang ketat," kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede kepada ANTARA di Jakarta, Jumat (5/1/2023).
Josua mengatakan kondisi pasar tenaga kerja AS yang ketat meningkatkan kemungkinan bahwa Bank Sentral AS atau The Fed akan menunda penurunan suku bunganya pada 2024.
ADP Employment Change mencatat 164 ribu pekerja pada Desember 2023 dari sebelumnya 101 ribu pekerja, lebih tinggi dari perkiraan sebesar 125 ribu pekerja.
Sementara US Initial Jobless Claims atau Klaim Pengangguran Awal AS turun menjadi 202 ribu pada pekan terakhir tahun 2023 dari sebelumnya 220 ribu.
Dolar AS terapresiasi terhadap Dolar Australia dan Yen Jepang, namun terdepresiasi terhadap mata uang Euro, Sterling, dan Skandinavia. Ia memproyeksikan rupiah akan bergerak di area Rp15.500 per dolar AS sampai dengan Rp15.550 per dolar AS.
Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat pagi menurun 26 poin atau 0,17 persen menjadi Rp15.517 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.491 per dolar AS.