REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG----Pusat Survei Geologi (PSG) Badan Geologi telah lama melakukan pemantauan gempa bumi di sekitar Cekungan Bandung, termasuk wilayah Sumedang. Jaringan seismometer ini diinstall tahun 1999 di empat lokasi yakni di daerah Lembang, Padalarang, Ciparay dan Soreang.
Menurut Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid AN, hasil pemantauan gempa bumi mikro memberikan gambaran adanya pusat-pusat gempa berasosiasi dengan beberapa kelurusan di sekitar Cekungan Bandung. Salah satunya kelurusan Cileunyi -Tanjungsari. Kelurusan ini teridentifikasi dari citra landsat berarah relatif timur laut-barat daya dari sebelah barat kota Sumedang hingga sekitar Cileunyi.
Wafid menjelaskan, hasil pemantauan gempa bumi mikro pada rentang waktu 1999 hingga 2008 terdapat 2 kejadian yang berada pada lajur kelurusan ini. Disamping itu terdapat histori gempa merusak yang berpusat di daerah Tanjungsari (pada lajur kelurusan) yang menimbulkan cukup banyak korban dan kerusakan bangunan.
"Sejumlah kejadian tersebut telah memberikan bukti bahwa kelurusan Cileunyi- Tanjungsari merupakan sesar aktif yang perlu diwaspadai," ujar Wafid dikutip dari keterangan resminya, Sabtu (6/1/2024).
Wafid mengatakan, kejadian gempa bumi Sumedang di awal 2024 menambah keyakinan akan aktifitas sesar ini, karena pusat-pusat gempa juga berada pada lajur sesar. Tambahan data kegempaan di lajur sesar ini juga, diperoleh dari jaringan 70 seismometer passive seismic tomography (PST) yang dipasang di wilayah Kabupaten Sumedang, Majalengka, Indramayu, Cirebon dan Kuningan, selama kurun waktu Agustus-September 2023.
"Wilayah Kabupaten Sumedang tergolong rawan gempa bumi yang bersumber dari zona subduksi dan Sesar Cileunyi Tanjungsari (CTU) upaya mitigasi bencana gempa bumi akan berhasil apabila bisa meminimalisir jenis-jenis bahaya gempa bumi," paparnya.
Menurut Wafid, metode gravity atau dikenal dengan metode gaya berat merupakan metode geofisika yang melihat kondisi geologi bawah permukaan berdasarkan kontras densitas batuan. Berdasarkan anomali gravity yang dikontrol oleh sekitar 5600 titik pengukuran, diketahui bahwa episenter gempa yang melanda Sumedang pada 31 Desember 2023 dan 1 Januari 2024 lalu terdapat pada zona kontras densitas yang tinggi.
"Zona ini memiliki pola berarah timur laut – barat daya (NE – SW) yang kemungkinan berasosiasi dengan sesar Cileunyi – Tanjungsari yang pernah diteliti sebelumnya oleh Marjiyono dan kawan-kawan pada 2008," katanya.
Analisis, kata dia, dilanjutkan dengan derivative analysis dari data gravity. Berdasarkan pola yang terbentuk, terlihat bahwa lokasi kejadian gempa Bumi di Kabupaten Sumedang merupakan pertemuan dari sesar Cileunyi – Tanjungsari dengan salah satu segmen sesar Pamanukan – Cilacap. Hal inilah yang menjadi penyebab dalam kejadian gempabumi yang melanda Kabupaten Sumedang dan sekitarnya.
"Pada tanggal 3 Januari 2024 tim Tanggap Darurat Badan Geologi, telah melakukan pengambilan data untuk menyelidiki lokasi yang terdampak gempa Sumedang pada 31 Desember 2023. Beberapa rumah mengalami kerusakan akibat gempa ini termasuk tebing longsor di dekat lokasi kejadian," katanya.