Kamis 11 Jan 2024 16:45 WIB

Pemerintah Perjelas Teknis Aturan Pajak UMKM

Terdapat dua hal utama yang diatur dalam PMK itu.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ahmad Fikri Noor
Ilustrasi layanan pajak.
Foto: Republika/Prayogi.
Ilustrasi layanan pajak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 164 Tahun 2023. PMK itu berisi Tata Cara Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu dan Kewajiban Pelaporan Usaha untuk Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. 

PMK tersebut merupakan aturan pelaksanaan atas Pasal 57, Pasal 62, dan Pasal 63 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan dan perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2011 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai. Terdapat dua hal utama yang diatur dalam PMK itu.

Baca Juga

Pertama, teknis pengaturan PPh final wajib pajak peredaran bruto atau omzet tertentu dan relaksasi batas waktu pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dengan diterbitkannya PMK Nomor 164 Tahun 2023, pemerintah memperjelas dan mempermudah berbagai ketentuan teknis terkait pengenaan PPh Final bagi wajib pajak omzet tertentu.

“Sebagaimana telah ditetapkan dalam aturan sebelumnya, wajib pajak UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) dikenakan tarif PPh final 0,5 persen. Atau dapat memilih tarif umum berdasarkan Pasal 17 ayat (1) UU PPh,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Dwi Astuti dalam keterangan resmi, Rabu (10/1/2023).

Aturan yang baru itu lebih mempertegas keharusan wajib pajak dengan omzet tertentu atau sampai Rp 4,8 miliar per tahun, supaya melakukan pelunasan PPh Final terutang sebesar 0,5 persen dari omzet usaha untuk setiap masa pajak. Pelunasan PPh Final terutang dapat disetor sendiri oleh wajib pajak atau melalui mekanisme pemotongan atau pemungutan oleh pihak lain. 

Dalam hal wajib pajak bertransaksi dengan pemotong atau pemungut PPh, maka harus menunjukkan surat keterangan agar dipotong PPh final sebesar 0,5 persen. Dijelaskan, surat keterangan yang telah diterbitkan sebelum PMK ini diundangkan tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu yang tercantum dalam surat keterangan. 

Khusus bagi wajib pajak orang pribadi UMKM yang memiliki omzet kurang dari Rp 500 juta setahun, maka harus menyerahkan surat pernyataan agar tidak dilakukan pemotongan pajak. Dalam hal wajib pajak memilih untuk dikenai tarif umum Pasal 17 ayat (1) UU PPh, wajib pajak terlebih dahulu harus menyampaikan pemberitahuan kepada DJP paling lambat akhir tahun pajak dan baru dikenai pajak penghasilan berdasarkan Pasal 17 ayat (1) UU PPh pada tahun pajak berikutnya. 

Lalu bagi wajib pajak yang baru terdaftar dapat memilih dikenai tarif Pasal 17 ayat (1) UU PPh sejak tahun pajak terdaftar. Itu dengan menyampaikan pemberitahuan pada saat mendaftarkan diri.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement