REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily mendorong santri untuk terjun ke politik setelah lulus mengenyam pendidikan di pesantren. Ia menilai kebijakan atau produk hukum tidak dapat dilepaskan dari campur tangan politik.
"Harus ada dari kalangan santri dan santriwati, setelah lulus nanti mengabdikan diri untuk kepentingan bangsa dan negara melalui jalur politik," ucap dia saat silaturahmi di Ponpes Nurul Huda Sindang Salam, Kabupaten Bandung Barat akhir pekan ini melalui keterangan resmi yang diterima.
Hadir dalam acara itu, Pimpinan Ponpes Nurul Huda KH Asep Mubarok, para santri, anak yatim, dan warga setempat. Ia menilai tidak ada kebijakan tanpa unsur politik.
Ia mencontohkan saat ini pesantren banyak. Namun, tradisi yang dibangun seperti membaca kitab kuning apabila tidak dijaga secara perlahan dapat menghilang.
"Banyak pesantren, boarding school tapi tidak mengaji kitab kuning. Hanya untuk menunjukkan bahwa di dalam pesantren atau boarding school itu ada pendidikan agama, tetapi tidak diajarkan kitab kuning," kata dia.
Ace mengatakan Komisi VIII DPR RI telah menyusun sebuah undang-undang Pondok Pesantren. Di dalam undang-undang itu diatur tentang apa yang disebut dengan pesantren itu. Salah satunya, harus terdapat kiai yang mengaji kitab kuning, pengajian, asrama, dan standar mutu yang telah diwariskan para ulama.
"Jadi bukan sekadar melakukan inovasi terhadap perkembangan teknologi, tetapi jangan lupa, ulah poho kana purwadaksi (jangan lupa ke asal)," kata dia.
Ia mengatakan pesantren dibangun berdasarkan nilai-nilai keagamaan yang diwariskan oleh para orang tua kita.