Rabu 17 Jan 2024 21:57 WIB

Bagaimana Ijma dan Qiyas Menjadi Sandaran Hukum dalam Fikih?  

Qiyas adalah sumber hukum dalam Islam yang tidak menetapkan hukum dari awal.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Fikih atau Fiqih Islam (ilustrasi)
Foto: Dok Republika
Fikih atau Fiqih Islam (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Kedudukan ijma dan qiyas dalam kaidah fikih begitu penting. Maka bagaimana meletakkan ijma dan qiyas ini dalam permasalahan hukum?

Imam Syafii dalam kitab Ar Risalah menjelaskan, ketika ulama hendak menetapkan hukum dengan ijma dan qiyas, sebagaimana ia menetapkan hukum dengan Alquran dan sunnah, maka itu berarti latar belakang perkara yang ia tetapkan hukumnya berbeda.

Baca Juga

Imam Syafii menjelaskan bahwa para ulama menetapkan hukum dengan Alquran dan sunnah untuk hal yang disepakati dan tidak ada perselisihan di dalamnya. Beliau dan juga para ulama meyakini bahwa hukum tersebut benar secara lahir dan batin.

Para ulama meneyapkan hukum dengan sunnah yang diriwayatkan secara perorangan dan tidak disepakati oleh para ulama, sehingga mereka menganggap benar secara lahir. Karena mungkin terjadi kekeliruan pada orang yang meriwayatkan hadits.

Imam Syafii mengatakan, “Kami juga menetapkan hukum degan ijma, lalu dengan qiyas. Memang, hukum ini lebih lemah daripada hukum sebelumnya. Namun tetap memiliki kedudukan yang sangat penting, karena tidak boleh melakukan qiyas saat ada khabar. Sebagaimana tayamum menghasilkan kesucian dalam perjalanan saat sulit memperoleh air, tetapi tidak menghasilkan kesucian saat ada air.”

Begitu juga, kata Imam Syafii, dengan sumber hukum yang berada di bawah tingkatansunnah. Bisa menjadi argument saat tidak ditemukan sunnah.

Menurut Imam Syafii, memutuskan perkara dengan mengalahkan seseorang sesuai pengetahuan yang beliau miliki, bahwa dakwaan terhadapnya itu terbukti, atau sesuai pengakuannya. Apabila beliau tidak mengetahui dan yang berpendapat bersebrangan tidak mengakui, maka beliau memutuskan perkaranya dengan dua saksi.

Apa itu ijma dan qiyas?

Ijma adalah kesepakatan para ulama dalam kurun waktu yang sama, di sana tidak boleh ada seorang pun menyatakan perselisihan pendapatnya dalam kasus yang dicarikan kesepakatannya. Ijma adalah sarana penyatuan pendapat dan berperilaku yang  biasanya disebut jamaah.

"Sebuah hadits nabi menunjuk bahwa orang yang memisahkan diri dari jamaah tidak dijamin keselamatannya," katanya.

Karenanya meskipun petunjuk Alquran itu sudah jelas, menurut teori ini, masih diperlukan kesepakatan (ijma) terhadap hasil penunjukan tersebut. Para ulama berpendapat bahwa ide ijma sebagai sumber hukum ini merupakan upaya antisipatif agar masyarakat Islam tetap terpelihara dalam persatuan.

Sedangkan, qiyas adalah sumber hukum dalam Islam yang tidak menetapkan hukum dari awal, namun hanya membuka atau menjelaskan hukum pada suatu kasus yang belum jelas hukumnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement