REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Plt Kepala Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) E Aminudin Aziz menyebutkan, perlu proses panjang untuk meningkatkan budaya gemar baca di tengah masyarakat. Sebab itu, kata dia, Perpusnas menajamkan program penguatan literasi yang menyasar anak usia PAUD dan sekolah dasar (SD) yang masih mudan dibentuk kebiasaannya.
"Menilai keberhasilan pembelajaran literasi itu bukan menilai seperti kita makan cabai. Begitu digigit cabainya atau cabai rawit, terasa panasnya. Itu tidak, tidak seperti itu, karena bagaimanapun kecakapan literasi itu harus dibangun berdasarkan proses panjang, tidak ada yang tiba-tiba ya suka baca hari ini," ucap Amin dalam diskusi soal literasi di Perpusnas, Jakarta, Jumat (19/1/2024).
Perpusnas dalam kepemimpinannya ke depan memang melakukan sejumlah penajaman program. Salah satunya penguatan budaya baca dan peningkatan literasi. Amin melihat sejatinya budaya baca di Indonesia tidak rendah, melainkan cukup tinggi. Tapi, ada kendala berupa fasilitas buku yang tersedia, baik yang cetak maupun elektronik, masih kurang.
“Karena persoalan yang ada adalah kurangnya buku, maka di masa depan kami menargetkan untuk menyediakan 1.000 judul buku di masing-masing 10.000 lokus,” kata dia.
Setelah pengiriman buku dilakukan, dia menjelaskan, akan ada pelatihan yang diberikan kepada para pengelola perpustakaan dan taman bacaan masyarakat (TBM) yang ada di setiap lokus. Langkah itu diambil untuk menyentuh masyarakat secara langsung karena merekalah yang akan menerima manfaat secara langsung.
"Fokus kami untuk penyediaan buku ini kan untuk anak PAUD dan SD. Adanya di desa. Kami menyebutnya dengan Gerakan Indonesia Membaca. Ini kita mulai dari awal bagaimana anak akan bisa lebih mengenal buku melalui buku cetak ini," jelas Amin.
Langkah itu dia ambil di tengah maraknya penggunaan gawai dan internet di tengah masyarakat. Di mana lebih banyak digunakan sebagai sarana komunikasi dan mencari hiburan lewat media sosial. Situasi itu kian memprihatinkan karena aplikasi terkait bahan bacaan atau buku tidak termasuk aplikasi yang banyak diunduh.
"Karena dia akan bisa dipinjam ke mana-kemana dalam keadaan yang lebih santai gitu daripada harus menghubungkan itu kepada gawainya. Ada listrik, ada pulsa, ada segala macam. Nah kampanye ini yang akan harus dilakukan," kata dia.
Amin mengaku tidak mungkin menafikan keberadaan dunia digital. Tapi lewat kampanye yang akan dilakukan, Perpusnas ingin memberikan pemahaman, ada manfaat lain ketika seseorang membuka buku secara fisik, misalnya kedalaman suatu hal.