Rabu 24 Jan 2024 15:32 WIB

Semua Pihak Belum Serius Adopsi Peta Jalan Pengurangan Sampah

Produsen belum menjalankan dua program pengurangan sampah, yakni EPR dan up sizing.

Tiga lembaga melakukan audit sampah di Sungai Ciliwung dari hulur ke hilir di Bogor sampai Jakarta pada Ahad (10/12/2023).
Foto: Republika.co.id
Tiga lembaga melakukan audit sampah di Sungai Ciliwung dari hulur ke hilir di Bogor sampai Jakarta pada Ahad (10/12/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana strategis pengurangan sampah plastik di level nasional belum menunjukkan perkembangan menggembirakan. Padahal, pemerintah telah mendorong pelaksanaannya dalam empat tahun terakhir sejak 2019. 

Laporan riset Net Zero Waste Management Consortium menyatakan, ketidaktseriusan semua pihak dalam implementasi Peta Jalan Pengurangan Sampah terlihat dari sampah serpihan kemasan produk berbagai brand, termasuk sampah botol dan cup minuman dalam kemasan. Jenis sampah tersebut masih mendominasi timbulan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di enam kota besar. 

Riset mengacu pada hasil audit investigasi sampah plastik yang digelar serentak tim peneliti Net Zero di Medan, Samarinda, Makassar, Denpasar, Surabaya dan DKI Jakarta. Audit investigasi tersebut mencakup pengumpulan, pemilahan dan identifikasi sampah di 17 sampel tempat pembuangan sementara (TPS) dan TPA di setiap kota. 

Laporan juga memasukkan data hasil jajak pendapat terkait persepsi masyarakat atas permasalahan sampah plastik. "Hasilnya teridentifikasi 1.930.495 buah sampah plastik yang terbagi dalam 635 varian sampah produk konsumen dari berbagai merek," kata lead researcher Net Zero, Ahmad Safrudin merujuk laporan riset bertajuk 'Potret Sampah 6 Kota' dikutip di Jakarta, Rabu (24/1/2024).

Menurut Ahmad, temuan tersebut mengindikasikan willingness (keinginan) produsen brand menjalankan dua program pilar pengurangan sampah, yakni EPR dan up sizing, belum efektif. "Serpihan kemasan produk berbagai brand, termasuk sampah botol dan cup minuman dalam kemasan, mendominasi timbulan sampah di berbagai site dan rantai jalur sampah termasuk di TPA di enam kota besar," ujarnya.

Extended producer responsibility (EPR) adalah prinsip perluasan kewajiban yang ditetapkan pemerintah untuk produsen agar bertanggung jawab atas keseluruhan daur hidup setiap produknya. Terutama, terkait pengambilan kembali (take back), daur ulang dan pembuangan akhir produk.

Adapun up sizing adalah arah kebijakan packaging yang ditetapkan pemerintah dengan maksud agar produsen meninggalkan kemasan ukuran kecil. Kemudian, beralih ke kemasan dengan ukuran yang lebih optimum untuk mengurangi potensi timbulan sampah.

Dirjen Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Vivien Rosa Ratnawati, menyambut baik temuan riset tersebut. "Riset ini memberikan masukan kepada pemerintah dan para pihak terkait untuk mereview dan memberikan fokus untuk efektivitas pelaksanaan program pengurangan sampah," katanya.

Menurut Vivien, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor P.75/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen memang sebenarnya ditujukan kepada para produsen. Tujuannya agar mereka segera mengurangi kemasan produk yang sulit diurai oleh proses alam, tidak dapat didaur atau digunakan ulang. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement