REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Lingkar Madani, Ray Rangkuti, mengatakan elektabilitas Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, sulit untuk naik dan melebihi 50 persen karena blunder pasangan ini pada debat capres-cawapres.
Prabowo menurut Ray, merontokkan image gemoy yang disematkan tim suksesnya dengan mempertontonkan karakter emosiolnya di forum debat juga berbagai pidato politik.
Sedangkan Gibran yang tampil bagus pada penampilan debat pertama justru melakukan banyak blunder dengan menampilkan gimick-gimick yang terkesan meremehkan lawan debat.
“Lebih sulit lagi karena performa Gibran dalam debat terakhir bagi cawapres berakhir sengan kesan negatif paling tinggi diantara 3 cawapres. Wajah gemoy makin sulit menjadi ikon elektabilitas,” kata Ray, Rabu (24/1/2024).
Karena elektabilitas pasangan yang tak kunjung naik menurut Ray mendorong akhirnya Presiden Joko Wododo yang merupakan ayah kandung Gibran akan ikut turun gunung berkampanye.
Ray menyebut dengan keikutsertaan Jokowi berkampanye, peluang pasangan Prabowo-Gibran memenagkan Pilpres satu putaran saja tetap terbuka.
Ray menilai pernyataan Jokowi yang ingin secara terbuka mendukung dan mengkampanyekan Prabowo-Gibran akan sangat baik bagi publik. Sehingga Jokowi tak perlu lagi diam-diam seolah-olah masih netral.
Bila Jokowi sudah turun berkampanye, Ray merasa sudah perlu menerapkan hukum pemilu bagi presiden aktif yang akan berkampanye. Antara lain dapat kampanye terbuka tapi harus terlebih dahulu menyatakan cuti dari tugas kepresidenan.
“Presiden tidak perlu lagi sembunyi-sembunyi dalam hal memperlihatkan dukungan politiknya. Dukungan politik yang dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi, nyatanya, tidak menaikan elektabilitas yang didukung,” ucap Ray.
Presiden Jokowi menegaskan seorang Presiden juga diperbolehkan melakukan kampanye saat pemilu berlangsung. Selain itu, Jokowi menyebut seorang Presiden juga boleh memihak pasangan calon tertentu.
"Yang penting, presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh," kata Jokowi di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (24/1/2024).
Selain merupakan pejabat publik, kata dia, presiden juga merupakan pejabat politik. Kendati demikian, Jokowi menegaskan dalam berkampanye, Presiden tidak boleh menggunakan fasilitas negara.
"Kita ini kan pejabat publik sekaligus pejabat politik. Masak gini nggak boleh, berpolitik nggak boleh, Boleh. Menteri juga boleh," kata Jokowi.
Untuk memastikan tidak ada konflik kepentingan, Jokowi pun menekankan agar dalam berkampanye tidak menggunakan fasilitas negara. Saat ditanya apakah ia akan menggunakan kesempatan berkampanye itu, Jokowi tidak menjawab jelas.
"Ya boleh saja saya kampanye tapi yang penting tidak gunakan fasilitas negara," kata dia.