REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, menerima pertanyaan terkait status Presiden Joko Widodo (Jokowi) di partai berlambang kepala banteng itu. Sebab, arah politik Jokowi dan PDIP pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dinilai sudah berseberangan.
Saat ini, PDIP memandang Jokowi sebagai presiden yang masa kepemimpinannya akan selesai pada 20 Oktober mendatang. Sebelum itu, ia berharap Jokowi dapat meninggalkan warisan dalam menghadirkan pemilihan umum (Pemilu) 2024 yang netral.
"Kita harapkan sebagai presiden yang menjaga legacy. Kalau dari PDI Perjuangan, yang namanya kartu tanda anggota itu bukan pada formalnya, tetapi pada tanggung jawab kepemimpinannya untuk rakyat," ujar Hasto di Media Center Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Jakarta, Selasa (30/1/2024).
"Selama kepemimpinan itu untuk rakyat, bukan untuk keluarga," sambungnya menegaskan.
PDIP, jelas Hasto, adalah partai yang lahir dan memperjuangkan rakyat. Namun, hal itulah yang dinilai banyak pihak sudah tak ada lagi dalam diri Jokowi. "Kami melihat sebagaimana disuarakan oleh kelompok-kelompok civil society oleh mahasiswa, para budayawan, para guru bangsa, Pak Jokowi sudah bergeser," ujar Hasto.
Hasto juga menanggapi pernyataan Muhammad Guntur Soekarnoputra terkait Jokowi. Ia hanya memastikan, Jokowi sudah tak akan menjadi presiden lagi pada 20 Oktober 2024.
"Nasib Pak Jokowi bagaimana? 20 Oktober berdasarkan ketentuan konstitusi, Pak Jokowi menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya sebagai presiden," ujar Hasto.
Pada sisa masa kepemimpinannya, PDIP sekali lagi berharap Jokowi dapat meninggalkan warisan yang baik. Salah satunya adalah memastikan pemilihan umum (Pemilu) 2024 berjalan dengan jujur dan adil.
"Pemilu yang tanpa intimidasi. Semakin banyak intimidasi oleh oknum-oknum aparat, maka semakin banyak rakyat yang bergerak melakukan koreksi atas penyalahgunaan kewenangan itu," ujar Hasto.